Photo by DCStudio from freepik
Namaku Raul, dan statusku HIV Positif. Aku didiagnosis pada tahun 2010 ketika berusia 32 tahun, saat di mana aku jarang menemui dokter. Ya, aku tidak pernah pergi ke dokter untuk pemeriksaan rutin, apalagi untuk sekadar tes HIV, tetapi saat itu aku merasa tidak enak badan untuk sementara waktu. Aku memutuskan untuk memeriksakan diri ke ahli medis karena aku memiliki gejala yang meliputi suhu tinggi, sakit tenggorokan, dan rasa lemah di seluruh tubuhku. Sayangnya, ini adalah saat di mana aku tidak terlalu peduli tentang apa pun selain bersenang-senang.
Menurutku, satu hal yang perlu kita upayakan sebagai masyarakat adalah menghilangkan stigma atau rasa tabu ketika kita berbicara tentang HIV.
Baca Juga:
Sebagai laki-laki heteroseksual, aku tidak pernah berpikir aku akan hidup dengan HIV. Namun, siapa pun bisa terinfeksi HIV. Itulah sebabnya aku memutuskan untuk membuka ceritaku.
Aku memberi tahu istriku tentang diagnosisku begitu tiba di rumah. Aku tahu sudah waktunya untuk menghadapi kenyataan hidupku. Aku mulai mempersiapkan diri secara mental untuk kemungkinan terburuk, termasuk menerima bahwa ada kemungkinan istriku akan meninggalkanku dan membawa serta anak lelakiku. Di benakku, ini adalah hal terburuk yang bisa terjadi padaku dan keluargaku, sementara aku tidak siap untuk sendirian.
Hal yang mengejutkan, istriku menerima berita itu lebih baik dari yang diharapkan, dia bereaksi positif. Dia meyakinkanku bahwa dia akan membantu dan mendukungku di setiap langkah, mengungkapkan betapa dia dan anak lelakiku mencintaiku. Jujur, aku kaget melihat reaksi tenangnya.
Meskipun aku mendapatkan dukungan yang aku butuhkan dari keluargaku, beberapa minggu berikutnya sangat sulit. Aku tahu istriku mendukungku, tetapi butuh beberapa saat baginya untuk menerima kenyataan baru kami. Aku menjadi depresi, berpikir tidak ada jalan keluar.
Aku tidak akan berbohong, itu adalah proses yang sulit untuk menerima kenyataan baru hidupku. Aku segera mengetahui bahwa aku harus menemukan alasan untuk terus berjuang dan melewati hasil ini. Dalam kasusku, istri dan putraku yang berusia 8 tahun adalah motivasiku. Aku harus merekonstruksi pikiran menjadi sesuatu yang positif yang membimbingku untuk mengambil keputusan yang lebih baik. Itu adalah tantangan untuk masuk ke perawatan dan tetap melakukannya, namun aku ingin terus berjuang.
Segera setelah itu, aku kembali ke rumah sakit untuk melihat berbagai pilihan yang tersedia, termasuk perawatan yang perlu dipertimbangkan. Rumah sakit membantuku menemukan sumber daya yang ada untuk komunitas HIV-positif. Ini adalah pertama kalinya aku mencari tahu tentang semua sumber daya yang dapat diakses, dan kebanyakan gratis.
Hingga saat ini, aku belum mengeluarkan biaya untuk pengobatan medis, sesi terapi, atau apapun yang berhubungan dengan diagnosis HIV-ku. Siapa pun dapat bekerja sama dengan relawan HIV untuk menemukan dan menerima sumber daya gratis melalui rujukan dan semacamnya. Dalam pengalamanku, aku telah dibantu oleh orang-orang yang penuh kasih sayang, berdedikasi, dan sangat mendukung.
Dengan bantuan psikolog, aku mengetahui bagaimana cara untuk menjadi percaya diri lagi, memahami statusku, dan menyadari bahwa aku tidak sendirian. Untuk pengobatan HIV yang kuterima, aku memutuskan untuk menggunakan sesuatu yang disebut Stribild. Bagiku, pengobatan HIV bukan hanya tentang mengkonsumsi pil setiap hari; ini tentang gaya hidup yang lebih baik. Aku mulai membuat keputusan makanan sehat yang lebih baik, mengenali situasi yang yang bisa berbahaya dan berisiko bagi kesehatan, dan menggunakan sumber daya yang kubutuhkan, seperti suplemen kesehatan.
Bantuan profesional medis dan dukungan dari keluarga selama proses tersebut memainkan peran penting dalam dukungan yang aku butuhkan untuk melanjutkan perawatan. Tanpa dukungan mereka, aku tidak tahu jalan apa yang akan kuambil. Sejak dirawat, aku tidak pernah didiskriminasi berdasarkan ras, orientasi seksual, atau hambatan bahasa. Petugas layanan kesehatan HIV memahami bahwa HIV tidak ada hubungannya dengan identitasku. Aku tidak punya apa-apa selain petugas kesehatan HIV yang luar biasa dan ramah di mana dalam pengalamanku, lebih mudah mengakses pengobatan HIV ketimbang perawatan kesehatan biasa atau kunjungan dokter.
Menurutku, satu hal yang perlu kita upayakan sebagai masyarakat adalah menghilangkan stigma atau rasa tabu ketika kita berbicara tentang HIV. Masyarakat kita perlu memahami bahwa apa pun preferensi seksual seseorang apakah itu heteroseksual, gay, biseksual, transgender, dan lain-lain berisiko terinfeksi HIV.
Mengurangi stigma seputar HIV merupakan tantangan yang harus diatasi, tetapi seiring waktu dan dengan edukasi yang benar, kita dapat menaklukkannya bersama. Generasi muda kita harus diajari tentang HIV di sekolah, sebagai bagian dari kurikulum kesehatan mereka, sehingga siswa dapat belajar tentang HIV untuk mengurangi stigma di sekitarnya. Juga, penting untuk melanjutkan penjangkauan kepada orang-orang dengan status HIV positif dan mendorong semua orang untuk membantu mengurangi penyebaran HIV. Ini semudah menggunakan kondom atau metode perlindungan lainnya seperti PrEP, termasuk jujur kepada satu sama lain dan diri kita sendiri tentang status HIV positif. Bersama-sama, kita dapat secara signifikan mengurangi dan menghentikan penyebaran HIV.
Bagiku, aku lebih peduli tentang situasi sehari-hari yang kualami ketimbang status HIV-ku. Aku bertanggung jawab untuk melakukan apa yang aku bisa untuk menjalani gaya hidup yang lebih sehat dan “normal”. Minum obat itu mudah dan cepat; itu tidak menjadi kerumitan bagiku sama sekali. Aku pernah salah mengira bahwa menjadi HIV positif adalah akhir dari dunia. Sekarang, setiap keputusan yang aku ambil adalah untuk orang yang kucintai, dan langkah yang aku tempuh, didukung oleh psikolog, profesional kesehatan, dan keluargaku yang luar biasa.
Sebagai orang yang telah melalui perjuangan ini, aku mendorong kalian untuk tidak jatuh ke lubang masalah dengan berpikir negatif dan membuat keputusan yang buruk jika kamu didiagnosis HIV positif. Ini adalah kesempatan untuk menerima fakta dan bahwa kamu bisa lebih bahagia dan lebih sehat meski terinfeksi HIV. Ini adalah awal yang baru, sama seperti ketika aku memutuskan untuk mendapatkan perawatan dan dukungan.
Kamu bisa menemukan alasan untuk terus berjuang untuk hidup, yang merupakan langkah terakhir ketika menerima diagnosis HIV. Satu hal yang paling kuinginkan adalah melihat putraku tumbuh dewasa dan berbagi tahun-tahun terbaik dalam hidupku bersamanya, di samping pasangan hidupku. Setelah sepuluh tahun yang indah, putraku sekarang berusia 18 tahun dan aku bersyukur kepada Tuhan karena memberiku kekuatan untuk mengubah hidupku hingga berada di sini hari ini.
Kita tidak tahu masa depan dan aku tidak bisa membiarkan diagnosisku mendorong kekhawatiran dalam hidupku. Aku percaya para dokter, psikolog, pekerja sosial, dan banyak orang lain yang membantuku dengan layanan HIV mereka. Sebaliknya, aku telah belajar untuk terus hidup sebagai diriku sendiri dan menjadi bahagia.
Sumber: This is MY HIV Story