Penulis: Mario Martins
Editor: Andriano Bobby
Selama ini para peneliti telah mengetahui bahwa orang yang hidup dengan HIV memiliki usia yang berbeda dari orang yang tidak memiliki HIV. “Orang dewasa dengan HIV yang usianya beranjak tua menunjukkan tingkat penyakit yang lebih tinggi terkait dengan penuaan, seperti penyakit kardiovaskular, penyakit terkait hati dan ginjal, kanker, frailty (penurunan fungsi tubuh), dan osteoporosis, “kata Stephen Karpiak, Ph.D., peneliti utama GMHC tentang HIV dan penuaan, melalui webinar tentang topik tersebut bulan September tahun lalu (09/2020).
Orang dengan HIV harus melakukan latihan ketahanan fisik atau resistance excercise. Latihan ketahanan fisik itu bisa menggunakan alat beban, mesin, atau menggunakan berat tubuh mereka sendiri. Olahraga jenis ini dilakukan dengan gerakan mendorong atau menarik sesuatu. Jenis latihan ketahanan ini sebaiknya dilakukan dua kali seminggu.
Baca Juga:
Pandemi COVID-19 telah meningkatkan kekhawatiran banyak dokter tentang tren ini pada klien mereka. Menurut Karpiak, mereka dengan HIV terisolasi secara sosial karena stigma HIV/AIDS dan mendapati diri mereka secara khusus terkena dampak epidemi COVID-19, yang memperburuk tingkat depresi mereka yang sebelumnya sudah tinggi tanpa adanya pandemi. Mereka juga mengalami gangguan stres pascatrauma atau post-traumatic stress disorder (PTSD), dan kesepian seiring bertambahnya usia.
Poin-poin yang disebutkan Karpiak ini menimbulkan beberapa pertanyaan yang lebih besar. Bagaimana seseorang yang hidup dengan HIV yang berusia 50-an, 60-an, 70-an, atau lebih bisa membedakan antara masalah kesehatan karena penuaan normal dengan masalah kesehatan yang terkait dengan HIV? Apa yang dapat dilakukan seseorang untuk mengurangi risiko masalah kesehatan ini seiring bertambahnya usia?
Untuk jawaban terbaru atas pertanyaan-pertanyaan ini, Margaret Danilovich, Ph.D., D.P.T. (gelar kedua adalah doktor dalam terapi fisik), memberikan beberapa pandangannya. Danilovich juga memberikan presentasi selama webinar GMHC, berjudul, ” Why Being Active Is the Single Best Thing You Can Do to Age Well with HIV (Mengapa Menjadi Aktif adalah Hal Terbaik yang Dapat Anda Lakukan untuk Menua dengan Baik dengan HIV).”
Danilovich adalah direktur senior Lembaga Penelitian Leonard Schanfield (Leonard Schanfield Research Institute) di CJE SeniorLife di Chicago, AS. Dia juga seorang asisten profesor di Northwestern University, di mana dia memimpin program gelar ganda Doctor of Physical Therapy dan Master of Public Health. Sebagai seorang terapis fisik geriatrik bersertifikat, penelitian Danilovich berfokus pada intervensi olahraga untuk mengurangi frailty syndrome di antara orang dewasa yang lebih tua.
Berikut ini adalah saduran dari wawancara Margaret Danilovich yang dimuat pada situs web TheBody.com yang berjudul: One Key to Living Longer With HIV? Keep on Moving, Expert Urges.
Apa Itu Frailty?
Ada banyak definisi frailty saat ini, yang merupakan salah satu masalah. Di Amerika Serikat, kami sebenarnya tidak memiliki kode klarifikasi untuk diagnosis frailty pada buku ICD-10.
Sebagai informasi, ICD-10 yang merupakan singkatan dari Internasional Statistic Classification Of Disease And Related Health Problems Tenth Revision adalah buku yang berisi pengodean yang dilakukan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk penyakit dan tanda-tanda, gejala, temuan-temuan yang abnormal, keluhan, keadaan sosial dan eksternal menyebabkan cedera atau penyakit. Di Indonesia, buku ini dikenal dengan nama Klasifikasi Internasional Penyakit revisi ke-10 yang disingkat sebagai KIP/10.
Pada dasarnya frailty adalah suatu sindroma geriatri dengan karakteristik berkurangnya kemampuan fungsional dan gangguan fungsi adaptasi yang diakibatkan oleh merosotnya berbagai sistem tubuh, serta meningkatnya kerentanan terhadap berbagai macam stressor, yang menurunkan performa fungsional seseorang.
Secara umum, ada dua model konseptual tentang bagaimana kita memandang frailty. Salah satunya adalah model yang dikembangkan oleh Ken Rockwood, seorang ahli geriatri di Kanada, yang melihat frailty melalui indeks peringkat. Indeks ini merupakan jumlah kondisi atau gangguan atau komorbiditas yang dimiliki seseorang dari total item yang telah dievaluasi, di mana skor indeks yang lebih tinggi menunjukkan bahwa seseorang lebih memiliki kerentanan.
Model lain yang banyak digunakan adalah model yang dikemukakan oleh ahli geriatri dan ahli epidemiologi Linda Fried. Dalam model frailty menurut Fried, dia menyatakan bahwa frailty sebenarnya adalah sebuah fenotipe (cakupan berbagai tingkat dalam ekspresi gen dari suatu organisme). Frailty sebagai fenotipe berarti kita dapat mendiagnosisnya berdasarkan lima kriteria: kelemahan, perlambatan kecepatan berjalan, penurunan berat badan yang tidak disengaja, kelelahan, dan rendahnya aktivitas fisik. Seseorang akan disebut mengalami sindrom frailty jika mereka memiliki tiga dari lima gambaran klinis, dan disebut pra sindrom frailty jika mereka memiliki satu atau dua dari lima gambaran klinis tersebut.
Model fenotipe dapat mengidentifikasi fitur klinis yang akan menjadi target yang sesuai dan, secara terapeutik, dapat meningkatkan fitur klinisnya. Beberapa contohnya adalah dengan meningkatkan kecepatan berjalan, mengatasi penurunan berat badan, atau juga mengatasi tingkat aktivitas fisik yang rendah. Jadi, model fenotipe dapat memberi gambaran beberapa target tentang bagaimana cara mengatur intervensi dokter untuk mengatasi masalah ini.
HIV dan Penuaan: Mana yang Normal, dan Mana yang Tidak?
Sepanjang proses penuaan, kita dapat menggeneralisasikannya secara luas sebagai periode perlambatan dan penurunan jumlah output yang kita lihat di semua sistem tubuh kita. Adalah normal bahwa orang mungkin kehilangan hingga sekitar 50% dari kekuatan mereka antara usia 30 dan 80. Itu adalah jenis normal penurunan output sumber otot yang kita lihat pada penuaan.
Semua sistem tubuh kita, kemudian, mulai mengalami fenomena “perlambatan dan penurunan” ini, yang mengarah pada perubahan dalam segala hal yang terjadi secara sistemik — itulah yang menjadi tantangan bagi seseorang untuk bekerja saat merekan mengalami penuaan. Kapan jumlah penurunan kinerja tubuh ini disebut normal, dan kapan disebut penuaan secara patologis?
Tidak seperti spektrum usia muda, misalnya pada bayi, ada bagan pertumbuhan, ada penetapan titik tertentu seperti masa puber dan sebagainya. Pada orang dewasa yang beranjak tua tidak memiliki gambaran seperti itu. Itulah mengapa terkadang sulit bagi orang-orang yang semakin tua untuk mengetahui apa yang seharusnya mereka harapkan, dan apa yang seharusnya merupakan hal yang normal.
Apa yang biasanya kita bayangkan adalah adanya jenis proses perlambatan dan penurunan kinerja fisik ini. Tapi yang tidak normal adalah gangguan pada fungsi fisik, kognitif, dan mental kita.
Sangatlah normal bahwa antara usia 30 dan 80 tahun kita akan kehilangan kekuatan. Sementara yang tidak normal adalah jika penurunan kekuatan otot kita telah berkembang ke tingkat di mana kita tidak bisa turun dari kursi sendiri, misalnya. Jika itu yang terjadi, maka perlu adanya intervensi terapi.
Banyak orang merasa kebingungan tentang apa yang normal mau pun yang tidak normal dalam mendeteksi kondisi fisik saat mereka beranjak tua. Kita mungkin pernah melihat orang tua yang merasa kesakitan, kelelahan, atau tidak mampu melakukan hal-hal tertentu. Mereka merasa sebagai orang yang sudah tua, mereka tidak lagi mampu melakukan hal-hal tertentu. Bahkan mungkin sanak keluarganya akan melarang orang yang sudah tua untuk melakukan kegiatan tertentu yang dianggap sudah “tidak mampu” dilakukan.
Ada juga beberapa dokter yang memberikan pesimisme kepada orang yang lanjut usia untuk tidak mengharapkan mereka melakukan hal-hal tertentu.
Hal ini dikarenakan kita tidak memiliki ambang batas untuk mengetahui bagaimana seseorang harusnya merasakan kondisi fisiknya di usia tua, sehingga sulit untuk benar-benar menentukan mana kondisi yang normal dan mana yang tidak.
Satu hal yang pasti adalah bahwa rasa nyeri bukanlah sesuatu yang normal pada penuaan. Jadi, jika seseorang mengalami perasaan nyeri, berapa pun usianya, itu adalah gejala yang memerlukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dalam sistem otot kita, kehilangan kekuatan adalah normal, tetapi hilangnya fungsi otot bukanlah hal yang normal. Ketika orang mengatakan kesulitan bangkit dari kursi, mereka tidak bisa mandi karena tidak bisa berjalan ke kamar mandi, atau mereka tidak bisa menyimpan belanjaan karena tidak bisa mengangkatnya ke rak, itu tandanya kelemahan itu mulai memengaruhi fungsi tubuh seseorang. Hal itu bukan bagian normal dari penuaan.
Hal yang sama berlaku pula secara neurologis. Kita tahu bahwa akan ada masalah dengan kurangnya keseimbangan dan lebih banyak ketidakstabilan seiring bertambahnya usia. Tapi jika seseorang terjatuh tiba-tiba, maka itu bukanlah bagian normal dari penuaan.
Beberapa hal terkait kelambatan kognisi dan kehilangan beberapa jenis memori tertentu masih dianggap normal, seperti mudah lupa atau pikun. Namun, jika seseorang tidak mengingat alamat rumahnya atau lupa rute arah pulang, maka hal itu bukan sesuatu yang normal dari penuaan.
Apa yang benar-benar harus diketahui oleh siapa pun baik yang beranjak usia maupun yang memiliki anggota keluarga yang lanjut usia, adalah bahwa kita perlu waspada terhadap dampak fungsional ini — apa pun yang mulai memengaruhi cara kita bergerak, hidup, dan menjalankan aktivitas sehari-hari. Jika kita mulai melihat penurunan di area tersebut, itu akan menunjukkan bentuk penuaan yang lebih patologis.
Ukuran Penuaan Bagi Orang Dengan HIV: Frailty, Terjatuh, dan Kecepatan Berjalan
Ada beberapa fenomena perlambatan dan penurunan sistem tubuh orang dengan HIV di semua jenis usia. Orang dengan HIV, misalnya, karena virus itu sendiri dan karena antiretroviral, mereka memiliki neuropati perifer yang lebih jelas. Mereka memiliki lebih banyak perubahan keseimbangan. Hal yang sama terjadi pada penuaan — bahwa sistem saraf menjadi melambat, atau mengalami perubahan sensorik. Orang memiliki lebih banyak defisit keseimbangan pada usia 80 tahun, dibandingkan pada usia 30 tahun.
Orang yang menua dengan HIV artinya mereka memiliki masalah ganda. Pertama, mereka memiliki faktor yang terkait dengan perubahan normal terkait usia, dan kedua, mereka memiliki faktor yang terkait dengan perubahan HIV yang terpisah dari perubahan normal terkait usia. Keduanya terjadi dan memengaruhi tubuh serta kesehatan mereka pada saat yang bersamaan. Jadi, mereka memiliki tantangan ganda yang harus mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu bidang penelitian yang dilakukan terkait penurunan sistem tubuh ini adalah penurunan kecepatan berjalan pada orang lanjut usia dengan HIV, dibandingkan dengan orang lanjut usia tanpa HIV.
Ada banyak penelitian secara umum untuk populasi orang dewasa yang lebih tua mengenai pentingnya kecepatan gaya berjalan. Kecepatan berjalan pada orang yang beranjak usia dianggap sebagai tanda yang hampir vital — bahwa kita dapat menyimpulkan banyak hal tentang fungsi fisik dan kognitif seseorang berdasarkan kecepatan berjalannya. Ada ambang batas yang valid yang berhubungan dengan jumlah fungsi fisik yang mungkin dimiliki seseorang, untuk menentukan kemungkinan mereka harus berakhir di panti jompo atau rumah sakit.
Penelitian yang lebih baru mulai melihat kecepatan berjalan pada populasi tertentu, seperti pada orang dengan HIV. Apa yang ditunjukkan dari penelitian tersebut adalah, dibandingkan dengan teman sebaya tanpa HIV, orang yang menua dengan HIV memiliki kecepatan berjalan yang lebih lambat.
Yang harus menjadi perhatian adalah, semakin lambat kecepatan berjalan seseorang, maka mereka harus semakin peduli terhadap kesehatannya secara keseluruhan. Kecepatan berjalan ini adalah hal yang digunakan untuk memprediksi apakah seseorang masih memiliki kemandirian untuk beraktivitas, atau memiliki kemampuan hidup dalam komunitas, atau pun prediksi mereka harus menjalani hidupnya di rumah sakit atau panti jompo.
Jika orang dengan HIV memiliki kecepatan berjalan yang lebih lambat secara keseluruhan, itu merupakan sinyal untuk melakukan evaluasi dengan dokter dan memastikan mereka mendapat pemeriksaan lebih lanjut. Kemudian, jika orang memiliki kecepatan berjalan yang lebih lambat, mulailah melakukan intervensi dengan aktivitas fisik dan intervensi olahraga untuk meningkatkan kecepatan berjalan dan untuk menjaga kesehatannya.
Risiko jatuh adalah masalah yang selalu menjadi perhatian pada orang yang lanjut usia.
Pada tahun 2016, Dr. Kristine Erlandson membuat makalah tentang frekuensi jatuh dan faktor terkait di antara pria dan wanita dengan atau berisiko terhadap HIV. Dr. Erlandson mengamati peserta yang telah diikuti dalam jangka panjang dalam studi MACS, Multicenter AIDS Cohort Study.
Di antara sampel orang lanjut usia dengan HIV dan tanpa HIV, Dr. Erlandson menemukan bahwa orang tanpa HIV mengalami penurunan sebesar 18% dibanding tahun sebelumnya. Sementara orang dengan HIV mengalami penurunan sebesar 24% dibanding tahun sebelumnya.
Jumlah ini tidak signifikan secara statistik — artinya secara statistik tidak ada perbedaan antara orang dengan HIV mau pun yang tidak memiliki HIV. Tapi yang perlu kita ketahui adalah populasi penuaan orang dengan HIV tersebut masih dalam tahap awal. Selama 10 sampai 20 tahun ke depan, baru akan terlihat saat populasi ini menjadi lebih tua, dan kita akan melihat lebih banyak orang menua hingga dewasa dengan HIV.
Jadi, meskipun jumlah saat ini dari orang-orang yang berada di kelompok penelitian mungkin tidak menunjukkan bahwa ada perbedaan yang signifikan, kita juga harus menyadari bahwa orang-orang dalam kelompok ini masih cukup muda.
Asumsinya adalah, orang dengan HIV disebut beranjak tua jika mereka berusia 50 tahun atau lebih. Jika prevalensi mereka sudah turun 6% lebih besar, dibandingkan dengan teman sebayanya, kita harus berhati-hati tentang apa yang akan terjadi pada mereka dalam 10 atau 20 tahun ke depan, karena mereka memiliki efek kumulatif yang lebih besar dari penuaan normal dan dari HIV.
Kita tahu secara keseluruhan bahwa dari semua orang dewasa yang lebih tua di atas usia 65, sekitar satu dari tiga dari mereka akan mengalami jatuh setiap tahun. Dan angka itu meningkat menjadi sekitar satu dari dua, atau bahkan sekitar tiga dari empat, saat kita mengamati orang-orang yang tinggal di panti jompo atau jika melihat orang tua yang memiliki lebih banyak gangguan mobilitas.
Jadi, jika kita dapat secara proaktif melihat populasi orang dengan HIV dan mempertimbangkan kebutuhan mereka yang mungkin mereka miliki selama 10 hingga 20 tahun ke depan seiring bertambahnya usia, kita dapat berharap dapat benar-benar mulai mencegah beberapa dari penurunan sistem tubuh yang mungkin mereka alami.
Dapatkah Aktivitas Fisik Mengurangi Risiko Terkait Penuaan pada Orang dengan HIV?
Ada salah satu studi pertama yang mengamati secara objektif yang mengevaluasi aktivitas fisik pada orang tua yang hidup dengan HIV. Sering kali, aktivitas fisik dilaporkan sendiri, seperti berapa kali mereka berolahraga dalam seminggu. Dalam studi itu, ada 21 orang yang memakai akselerometer selama seminggu, mengukur jumlah langkah mereka, intensitas aktivitas fisik, dan pengeluaran energi mereka.
Studi itu menemukan bahwa rata-rata jumlah langkah yang dilakukan orang per hari hanya sekitar 3.400. Padahal jumlah langkah menurut Panduan Aktivitas Fisik di AS harus 10.000 langkah per hari. Jadi kelompok lansia yang hidup dengan HIV ini sangat di bawah target untuk hasil kesehatan yang optimal.
Mereka menghabiskan sekitar 75% dari waktu mereka dengan aktivitas duduk dan tidak bergerak. Mereka hanya memiliki aktivitas fisik yang sedang hingga berat yang rata-rata dilakukan hanya selama lima menit per hari, di mana yang disarankan adalah 150 menit per minggu.
Jadi di semua kategori aktivitas fisik ini, kelompok orang lanjut usia dengan HIV benar-benar gagal dan menunjukkan pemcapaian tingkat aktivitas yang disarankan agar dapat memberikan manfaat kesehatan yang optimal. Studi tersebut menunjukkan perlunya kesadaran, pendidikan, dan intervensi yang lebih baik, khususnya untuk lansia dengan HIV, untuk meningkatkan tingkat aktivitas fisik mereka.
Untuk perawatan atau pendekatan terbaik dan terlengkap, orang dengan HIV perlu melakukan latihan aerobik 150 menit per minggu. Aerobik adalah kegiatan apa pun yang meningkatkan detak jantung, seperti: berjalan kaki, jogging, berenang, bersepeda,dan aktivitas sejenis lainnya. Idealnya, aktivitas itu dilakukan pada tingkat sedang hingga tingkat tinggi, sehingga mereka dapat lebih banyak melakukan pernapasan, lebih berkeringat, dan mampu melakukan kegiatan fisik yang lebih berat.
Orang dengan HIV juga harus melakukan latihan ketahanan fisik atau resistance excercise. Ketahanan fisik adalah aktivitas menggerakkan anggota tubuh menghadapi beban berat. Latihan ketahanan fisik itu bisa menggunakan alat beban, mesin, atau menggunakan berat tubuh mereka sendiri. Olahraga jenis ini dilakukan dengan gerakan mendorong atau menarik sesuatu. Jenis latihan ketahanan ini sebaiknya dilakukan dua kali seminggu.
Olahraga ketahanan fisik ini diharapkan dapat dilakukan oleh orang dengan HIV dengan tingkat latihan yang cukup tinggi. Mereka harus mengangkat beban yang lebih berat, dengan melakukan 10 kali pengulangan sebanyak satu atau dua set, dan benar-benar berfokus pada otot utama: paha depan, bokong, bisep, trisep, dan dada. Kelompok otot besar ini sangat penting untuk seseorang dapat bergerak.
Terakhir, orang dengan HIV, terutama saat mereka beranjak tua, harus mempertimbangkan untuk melakukan olahraga yang menggabungkan kesimbangan. Latihan keseimbangan bisa berupa apa saja yang menantang stabilitas seseorang, tergantung pada tingkat keseimbangan seseorang. Awalnya mungkin akan terasa agak tidak stabil saat melakukan latihan keseimbangan. Namun pada akhirnya latihan keseimbangan dapat membantu tubuh melatih dan meningkatkan proses yang penting untuk menjaga keseimbangan kita.
Salah satu latihan keseimbangan yang mudah adalah berdiri dengan satu kaki dan menahannya dalam waktu terntu. Posisi lainnya adalah mengayunkan kaki ke depan, berjalan dengan benda di atas kepala, berjalan mengikuti garis lurus, mengangkat satu kaki di belakang, memutar tangan searah dengan jarum jam, berdiri di atas permukaan yang tidak rata, dan lain sebagainya. Ada banyak panduan melakukan latihan keseimbangan ini di Youtube.
Banyak orang yang lanjut usia yang masih memiliki ketahanan fisik yang prima dan mampu beraktivitas dengan baik karena mereka rutin berolahraga. Contohnya adalah Katherine Beiers, yang, pada usia 85 tahun, yang telah berlari sejauh 26,2 mil pada acara Boston Marathon.
Penuaan adalah proses hidup yang menantang, namun juga dapat diisi dengan kegembiraan. Untuk dapat menua dengan baik, aktivitas fisik terbaik adalah duduk lebih sedikit dan lebih banyak bergerak. Konsisten dalam berolahraga akan memberikan manfaat terbaik pada kesehatan.