Photo by sayaberani_id from youtube.com
Michael Robert atau Miki demikian panggilannya didiagnosis positif HIV beberapa tahun yang lalu, lelaki yang mengaku tertarik dengan lelaki ini menduga bahwa ia terinfeksi saat bekerja di Bali usai menamatkan pendidikan di sekolah menengah atas (SMA) di Bogor, Jawa Barat. Di usia yang masih muda ini, Miki mengaku bahwa ia aktif secara seksual dan bebas mengekspresikan rasa cintanya selama tinggal di Pulau Dewata tersebut.
Padatnya kesibukan Miki membuktikan bahwa ODHIV pun bisa setara dengan non-ODHIV dalam hal berkarya dan melakukan kegiatan yang produktif.
Baca Juga:
Namun petualangan cintanya berakhir tatkala keluarga mengetahuinya dan meminta ia kembali ke Bogor pada 2011. Alih-alih menghentikan petualangannya, Miki justru mengaku bahwa ia semakin liar. “Waktu itu aku berhubungan dengan seorang lelaki yang terlihat sakit namun sangat perhatian,” kenang Miki.
Seminggu usai berhubungan Miki menderita diare dan memutuskan melakukan tes HIV kemudian dinyatakan positif. Saat itu ia tidak menerima kondisinya begitu saja, ia menyayangkan dan terus melakukan tes HIV walau hasilnya tetap sama hingga ia dirujuk ke rumah sakit Marzoeki Mahdi, Bogor.
Meski demikian karena jumlah CD4 yang masih mencapai angka 800-an, Miki belum disarankan mendapatkan pengobatan antireroviral (ARV) hingga kondisinya semakin memburuk di 2012 di mana ia menderita jamur, herpes, hinga diare akut dan diketahui jumlah CD4 hanya 89. Pada saat itulah Miki memberitahukan status HIV kepada keluarganya dan mulai melakukan pengobatan ARV.
“Ketika keluarga mengetahui statusku, mereka langsung memisahkan alat makanku, namun lambat laun mereka mulai berubah setelah aku memberikan edukasi yang kudapatkan dari pihak rumah sakit selama berobat,” ujar Miki.
Meski mengaku sebagai penganut Katolik yang taat, tak ayal Miki sempat merasa marah kepada Tuhan. “Sebelum sakit aku aktif melayani di gereja, tapi ketika aku sakit teman-teman di gereja memiliki pandangan yang jelek dan bergunjing tentang aku,” kenang Miki yang akhirnya memutuskan menutup diri dan meninggalkan pelayanan di gereja, tapi itu tidak menghentikannya untuk berdoa.
Setelah melakukan pengobatan ARV dan kondisinya membaik, Miki meninggalkan rumah dan berusaha berdaya dengan bekerja sebagai pegawai rumah makan. Ia juga aktif mengikuti sosialisasi tentang HIV dan AIDS yang diselenggarakan oleh rumah sakit di mana ia bertemu dengan teman-teman yang hidup dengan HIV (ODHIV), “Oh ternyata benar kata dokter, aku tidak sendiri,” kata Miki yang sekarang kembali aktif beribadah.
Karir Miki di ranah HIV dan AIDS terus bergulir. Usai mengabdikan diri di Yayasan Peduli Kasih atau PEKA sejak 2016, Miki pun melamar sebagai petugas lapangan dan CBS Plus di Yayasan Pesona Jakarta hingga saat ini. Kedua yayasan ini berfokus pada kesejahteraan ODHIV. Miki juga mendirikan Yayasan Pesona Bumi Pasundan yang bergerak pada isu kesehatan dan hak asasi manusia (HAM). “Aku beberapa kali mendampingi pasien HIV dan AIDS di rumah sakit yang ditelantarkan keluarga serta mereka yang dibuang dari lingkungan tempat tinggal mereka,” tutur Miki. Di tahun 2021 hingga sekarang, Miki juga aktf sebagai kader TBC di PKC Gambir.
Di tahun 2022, ia didapuk sebagai ketua Positif Harapan Indonesia, komunitas pendampingan untuk ODHIV yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Melalui komunitas ini, Miki dan rekan-rekan sering mengadakan penggalangan dana untuk membantu ODHIV yang dirawat di rumah sakit dan tidak diampingi oleh keluarga mereka.
Padatnya kesibukan Miki membuktikan bahwa ODHIV pun bisa setara dengan non-ODHIV dalam hal berkarya dan melakukan kegiatan yang produktif. Miki yang mengaku kerap merasa lelah dengan pekerjaannya menganggap kegiatannya sebagai pelayanan untuk Tuhan, apalagi ketika kecil ia bercita-cita menjadi seorang pastor.
Sumber: