Sejak tahun 2000, ada keberhasilan yang signifikan dalam mengurangi jumlah infeksi HIV di antara anak-anak. Akan tetapi bagi anak-anak yang sudah terlanjur terinfeksi HIV tak jarang mereka juga terkena infeksi oportunistik. Dan ini masih merupakan salah satu penyebab utama kematian pada bayi.
Ketika seorang bayi memiliki HIV, kemungkinan meninggal akibat penyakit terkait AIDS menurun sebesar 75% jika mereka diberi ARV dalam 12 minggu pertama.
Ketika seorang bayi memiliki HIV, kemungkinan meninggal akibat penyakit terkait AIDS menurun sebesar 75% jika mereka diberi ARV dalam 12 minggu pertama. Oleh sebab itu, pedoman pengobatan WHO 2013 merekomendasikan bahwa bayi yang terpapar HIV akan dilakukan tes ketika mereka mencapai usia empat hingga enam minggu, dan yang dites positif akan diberikan pengobatan HIV segera.
Bayi yang terinfeksi di dalam rahim atau selama masa persalinan, memiliki prognosis yang buruk dibandingkan dengan bayi yang terinfeksi selama menyusui, dan mereka membutuhkan ARV segera mungkin untuk mencegah kematian dini. Sayangnya, beberapa ibu yang terinfeksi HIV tidak membawa bayinya kembali untuk dilakukan tes, sehingga bayi tersebut dapat meninggal dalam enam minggu pertama.
Dalam upaya untuk memastikan bahwa lebih banyak bayi yang hidup dengan HIV terdiagnosa dan memulai pengobatan, Departemen Kesehatan Nasional Afrika Selatan meluncurkan pedoman yang menyerukan semua bayi yang terpapar HIV untuk segera dilakukan tes.
Tes HIV untuk anak-anak
Tak dipungkiri, akses tes HIV pada anak-anak di atas usia 18 bulan masih tetap buruk di banyak Negara dan menjadi hambatan untuk peningkatan perawatan. Banyak anak dengan HIV positif di negara miskin dan menengah gagal terdiagnosa. Sebagai contoh, di Kenya diperkirakan hanya 40% anak dengan HIV yang terdiagnosa.
Tes HIV untuk bayi memerlukan instrumen laboratorium yang kompleks dan personel yang sangat terspesialisasi, sehingga sulit untuk memberikan hasil yang konsisten dan tepat waktu jika tes tersebut berada di daerah terpencil misalnya. Di banyak daerah pedesaan yang sulit dijangkau, tes HIV tidak tersedia. Sebaliknya, para praktisi kesehatan yang professional harus menggunakan diagnosa klinis untuk memastikan status HIV positif pada anak. Akibatnya, banyak infeksi pada anak dengan HIV yang tidak terdeteksi.
Sejumlah sistem tes HIV yang portabel telah dikembangkan sebagai tanggapan terhadap tantangan ini. Pada 2016, ada tiga alat tes portabel yang menggunakan baterai atau bisa menggunakan listrik. Karena bentuknya kecil dan portabel, dan karena mereka dapat dioperasikan oleh orang awam yang terlatih, maka bayi bisa memiliki akses tes HIV. Evaluasi dari tes perawatan terdekat dan pengujian pasien terdekat, yang dilakukan di beberapa negara Afrika, menunjukkan bahwa hasil tes ini seakurat pemeriksaan di laboratorium.