Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Joel Alcaraz sudah lebih dari setahun mengonsumsi obat pre-exposure prophylaxis atau PrEP, untuk mencegah terinfeksi HIV, yang ia akui telah menyelematkan hidupnya.
Pikiran tentang HIV selalu membuatku merasa cemas. Jadi aku terus memperkaya wawasan tentang HIV hingga membaca tentang PrEP.
Baca Juga:
Aku negatif HIV, dan rajin melakukan tes infeksi menular seksual (IMS), sejak aku mulai berhubungan seksual dengan laki-laki di usia belasan tahun. Tapi di usia muda aku sudah waspada akan HIV dan selalu menggunakan kondom saat berhubungan seks, dan rutin melakukan tes HIV. Karena begitu cemasnya tertular HIV, aku bahkan selalu menghindari berhubungan dengan orang yang hidup dengan HIV (ODHIV).
Di tahun pertama kuliah, pacarku berselingkuh, padahal aku selalu melakukan hubungan seks tanpa kondom dengan dia. Suatu malam di asramanya, dia mengakui bahwa dia telah tidur tanpa kondon dengan mantannya. Aku lalu menangis, mengunci diri di kamar mandi dan membayangkan akan segera didiagnosis dengan HIV.
Aku menelepon saluran darurat untuk bantuan mental di kampusku, dan mengalami serangan kecemasan selama di asrama. Konselor di telepon berhasil menenangkanku dan berkata untuk menjelaskan situasinya kepada dokter keesokan paginya. Kemudian aku memberi tahu dokter tentang apa yang terjadi dan mengumpulkan sampel cairan tubuhku. Dokter juga memberitahu tentang PEP atau profilaksis pasca pajanan, pengobatan HIV yang diminum selama sebulan setelah pajanan potensial yang dapat mencegahku tertular HIV jika diambil dalam jangka waktu sebelum 72 jam setelah pajanan. Dia memberiku resep dan hasil tesku pun negatif.
Dua tahun berikutnya aku mengonsumsi PEP sebanyak tiga kali. Suatu kali, dengan orang asing di mana kondomku rusak. Dua kali dengan mantan pacarku saat itu. Aku sejatinya menikmati seks tanpa kondom, tetapi pikiran tentang HIV selalu membuatku merasa cemas. Jadi aku terus memperkaya wawasan tentang HIV hingga membaca tentang PrEP. Tepat pada saat mengetahui tentang PrEP, aku baru saja putus dengan pacar. Aku depresi dan mencari hiburan dari satu pelukan lelaki ke lelaki lainnya.
Pada saat itu aku berhubungan seks dengan ODHIV, yang viral load-nya tidak terdeteksi. Kami berhubungan seks, tanpa kondom, dan itu menakutkan. Dia meyakinkan bahwa aku akan baik-baik saja, dia sangat tahu apa itu PrEP dan mengenal seseorang yang sangat ahli dalam masalah tersebut.
Aku pun mulai memandang dirinya dengan berbeda, bukan lagi sebagai momok karena dia mengidap HIV, tetapi seperti manusia yang lain pada umumnya. Sebab, meski mengidap HIV, dia sangat sehat. Sama seperti aku, dia juga minum satu pil sehari. Bedanya, aku minum pil untuk mencegah infeksi HIV, dan dia untuk menjaga tingkat viral load tetap rendah. Setiap pagi sebelum bekerja, kami minum pil dan pergi bersama-sama.
Aku masih mengatasi ketakutanku terhadap HIV, tetapi aku tidak melihatnya sebagai ‘hukuman mati’ lagi. Aku menjadi lebih terbuka untuk ide berkencan dengan laki-laki positif HIV. Meski banyak yang merundungku dengan sebutan “Budak PrEP” karena mengonsumsinya setiap hari.
Dengan mengonsumsi PrEP setiap hari, aku menjadi lebih terbuka untuk berhubungan seks tanpa kondom. Ketakutanku masih ada dan aku mencoba untuk mengatasinya. Aku telah didiagnosis dengan IMS yang dapat diobati. Ketika aku menggunakan kondom secara konsisten, itu tidak pernah terjadi. Memang, gonore dan klamidia dapat diobati, dan kita masih bisa mendapatkannya meskipun kita menggunakan kondom untuk seks anal, kebanyakan orang lupa bahwa kita perlu menggunakan kondom untuk seks oral.
Manusia adalah makhluk emosional, mereka mencari kesenangan dan terkadang di saat sedang bernafsu tidak dapat membuat keputusan cerdas. Mengkonsumsi PreP tidak hanya mencegah aku terkena infeksi, tetapi juga memanusiakan orang yang mengidapnya.
Aku ragu apakah aku pernah berhubungan seks atau memiliki hubungan dengan ODHIV sebelum PrEP. Ini sebenarnya lebih aman, mengingat lekaki yang mengaku negatif seringkali tidak tahu status mereka padahal tingkat virus mereka sangat tinggi. Sedangkan laki-laki dengan HIV yang mengetahui statusnya dan sedang dalam pengobatan serta terus menerus menjalani pemeriksaan kesehatan untuk memastikan viral load mereka pada tingkat tidak terdeteksi, tentu sangat menurunkan risiko menularkan HIV.
Jadi pergilah dan periksakan diri kamu dan tanyakan tentang PrEP dan lihat apakah itu tepat untuk kamu atau tidak. Atau setidaknya siapkan kit PEP jika terjadi ‘kecelakaan’. Karena menggunakan kondom dan pantang melakukan hubungan seks saja tidak akan membantu melenyapkan HIV dari muka bumi, inilah saatnya untuk membunuh rasa takut dari HIV.