Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Ketika Shirlene Cooper didiagnosis dengan AIDS pada tahun 1996, dia hampir tidak memiliki waktu untuk meratapi masalahnya. Sebab tak lama kemudian, dokter memberi tahu bahwa dia memiliki masalah kesehatan lain yang mendesak.
“Saya juga didiagnosis dengan tuberkulosis, sifilis, dan kanker serviks. Rumah sakit memberi tahu keluarga saya bahwa saya akan beruntung jika saya berhasil bertahan dalam dua minggu ke depan.”
Baca Juga:
“Saya juga didiagnosis dengan tuberkulosis, sifilis, dan kanker serviks,” kata Cooper, seorang aktivis HIV berusia 58 tahun dari Brooklyn, Amerika Serikat. “Rumah sakit memberi tahu keluarga saya bahwa saya akan beruntung jika saya berhasil bertahan dalam dua minggu ke depan.”
Faktanya, Cooper memang selamat tetapi ia menghabiskan dua tahun menderita lumpuh dari leher ke bawah. Kemudian suatu hari, keajaiban terjadi, dia kembali berjalan lagi dan memulai perjalanan penyembuhannya. “Saya mulai menjadi jauh lebih baik,” kata Cooper. “Saya mulai pergi ke kelompok pendukung untuk perempuan yang hidup dengan HIV dan kelompok masalah medis lainnya untuk mempelajari lebih lanjut tentang penyakit saya.”
Setelah tugas singkat sebagai pendamping sebaya untuk ODHIV, Cooper bergabung dengan New York City AIDS Housing Network (sekarang VOCAL-NY) sebagai petugas penjangkauan pada tahun 2001. Organisasi ini didedikasikan untuk mengakhiri AIDS, perang melawan narkoba, dan tunawisma.
Selama delapan tahun di VOCAL-NY, Cooper menjadi penyelenggara utama dan salah satu direktur eksekutif. “Saya mulai dengan membagikan brosur dan melakukan pertukaran jarum suntik. Saya tidak tahu apa-apa tentang pengorganisasian komunitas atau advokasi,” kenangnya.
Cooper juga membantu Housing Works, yang memerangi HIV dan tunawisma di New York City, AS, mengembangkan kelompok advokasi di salah satu lokasinya. “Saya melatih orang-orang yang mengalami penyalahgunaan zat, tunawisma, dan masalah lain untuk mereka melangkah maju ke depan dan membela diri mereka sendiri,” jelasnya.
Pada 2013, Cooper belajar tentang Visual AIDS, sebuah organisasi yang menggunakan seni untuk meningkatkan kesadaran tentang HIV dan AIDS serta memerangi epidemi. Terinspirasi oleh keinginannya untuk menyatukan perempuan yang hidup dengan HIV, Cooper membuat Lokakarya Terapi Seni Pemberdayaan Perempuan di AIDS Visual.
“Ini dimulai di ruang tamu saya sendiri dengan peserta hanya delapan perempuan,” kata Cooper.
Lokakarya ini selain berisi tentang dialog terbuka, juga seni untuk memberdayakan perempuan. Kelompok ini terkadang juga menggambar atau melukis di atas kanvas, kaca patri, atau media lainnya. “Setiap proyek berbeda,” Cooper menjelaskan. “Suatu kali, saya meminta para perempuan melukis bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri. Kami menggunakan seni sebagai alat untuk penyembuhan diri sendiri. ”
Sebelum COVID-19 melanda, sekitar 30 perempuan menghadiri lokakarya di New York, AS. “Kami memulai grup virtual pertama kami pada April 2020,” kata Cooper. “Itu sangat bermanfaat karena begitu banyak perempuan yang stres, dan kami tidak tahu banyak tentang virus corona.”
Selama beberapa bulan berikutnya, Cooper bekerja dengan Visual AIDS untuk mengirimkan peralatan seni kepada para anggotanya sehingga mereka dapat terus berkreasi bersama melalui Zoom. Begitu tersiar kabar tentang lokakarya virtual, lebih banyak perempan dari seluruh Amerika Serikat yang bergabung. Sekarang, hampir 200 perempuan berpartisipasi dalam grup tersebut. “Kami tidak meminta kamu menjadi Picasso atau Rembrandt,” kata Cooper. “Kamu tidak perlu membawa apa pun kecuali kreativitas kamu. Masuk saja,” pungkasnya.
Sumber: Women’s Empowerment: Shirlene Cooper empowers women living with HIV through art.