Penulis: Mario Martins
Editor: Andriano Bobby
COVID-19 merupakan jenis penyakit menular yang diakibatkan oleh jenis coronavirus tipe baru yang ditemukan di Wuhan, Tiongkok. Ini merupakan virus baru dan penyakit yang tidak dikenal sebelumnya. Virus yang pertama kali mewabah di Wuhan, Tiongkok ini diketahui menyebar pada bulan Desember 2019.
Ada beberapa kasus, pasien diberi obat antiretroviral: lopinavir yang dikuatkan dengan ritonavir (LPV/r). Dalam penelitian ini, sebagian besar diuji pada orang dengan status HIV-negatif. Perlu untuk diingat bahwa penelitian terkait penggunaan LPV/r memiliki keterbatasan. Efek samping yang ditimbulkan LPV/r pada kasus Coronavirus dilaporkan rendah, hal ini terjadi karena dosis pemberian LPV/r diberikan dalam jangka waktu pendek.
Baca Juga:
Apakah Seorang ODHIV Berisiko Tinggi Terjangkit Virus Corona?
Hingga saat ini belum ada bukti laporan kesehatan yang memaparkan bahwa ada peningkatan risiko infeksi terhadap COVID-19 dan peningkatan perburukan penyakit untuk ODHIV. Namun, perlu dipahami bahwa orang yang hidup dengan HIV (ODHIV) yang belum mencapai supresi virus melalui pengobatan ARV rentan untuk mendapatkan infeksi oportunistik dan perjalanan penyakit akan cepat mengalami perburukan. Hal ini disebabkan karena sistem imun yang belum pulih.
ODHIV disarankan untuk mengikuti protokol kesehatan terkait Covid-19 sama seperti populasi umum, antara lain: selalu mencuci tangan, selalu menggunakan masker jika pergi ke tempat umum, menghindari menyentuh area wajah, selalu menjaga jarak, mencari bantuan medis jika ada indikasi gejala, serta mengisolasi diri jika melakukan kontak dengan seseorang yang terinfeksi Covid-19.
Sebagian penelitian telah memperlihatkan bahwa pasien yang terinfeksi SARS-CoV-2, virus penyebab COVID-19, dan infeksi coronavirus terkait (SARS-CoV dan MERS-CoV) memiliki hasil klinis yang baik, dengan hampir semua kasus pulih sepenuhnya.
Ada beberapa kasus, pasien diberi obat antiretroviral: lopinavir yang dikuatkan dengan ritonavir (LPV/r). Dalam penelitian ini, sebagian besar diuji pada orang dengan status HIV-negatif. Perlu untuk diingat bahwa penelitian terkait penggunaan LPV/r memiliki keterbatasan. Efek samping yang ditimbulkan LPV/r pada kasus Coronavirus dilaporkan rendah, hal ini terjadi karena dosis pemberian LPV/r diberikan dalam jangka waktu pendek.
Hingga saat ini, belum ada data yang cukup valid untuk mengkaji efektivitas LPV/r atau antivirus lain untuk mengobati COVID-19. Di beberapa negara sedang melakukan evaluasi penggunaan LPV/r dan antivirus lain dan dilansir di situs resmi WHO, pihak WHO menyambut baik hasil investigasi ini.
Apabila Negara Mengambil Kebijakan Penggunaan ARV untuk COVID-19, Apakah Ada Kekhawatiran Tentang Kekurangan Pengobatan Untuk Orang yang Hidup Dengan HIV?
Sebagaimana kita ketahui, antiretroviral LPV/r masih diteliti sebagal salah satu pengobatan yang mungkin untuk Covid-19. Seandainya LPV/r akan digunakan untuk pengobatan COVID-19, maka perlu ada rencana untuk memastikan manajemen rantai pasok yang memadai dan berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan semua ODHA yang sudah menggunakan LPV/r dan sebagian pasien Covid-19 yang perlu memulai pengobatan. Negara yang sudah diberikan izin penggunaan obat-obatan HIV untuk pengobatan COVID-19 wajib memastikan ketersediaan pasokan yang memadai dan berkelanjutan.
Hak Asasi Manusia, Stigma dan Diskriminasi Terhadap ODHIV Di Masa Pendemi Covid-19
Ketika dunia meningkatkan respons kesehatan masyarakat terhadap pandemi COVID-19, negara-negara didesak untuk mengambil tindakan tegas untuk mengendalikan epidemi. Melalui WHO, negara diwajibkan untuk memastikan Keseimbangan yang tepat antar sektor kesehatan, guna mencegah gangguan ekonomi dan sosial, serta menghormati hak asasi manusia.
Terkait dengan ODHIV, WHO menjalin kerja sama termasuk dengan UNAIDS Joint Programme dan Jaringan Global Orang yang Hidup dengan HIV untuk memastikan bahwa hak asasi manusia tidak terkikis dalam respons terhadap COVID-19 dan untuk memastikan juga orang yang terdampak HIV ditawarkan akses yang sama untuk layanan seperti orang lain dan untuk memastikan layanan terkait HIV berlanjut tanpa gangguan.
Pemberian Resep Lebih Dari 1 Bulan
Pemberian obat ARV lebih dari 1 bulan untuk pasien dewasa, anak-anak, remaja dan bumil serta ibu menyusui yang stabil termasuk populasi kunci seperti pengguna napza jarum suntik/penasun, pekerja seks, lelaki seks lelaki (LSL), waria dan penghuni rutan/lapas dan mereka yang tinggal di lingkungan tertutup, dapat memberikan manfaat untuk keberlangsungan logistik dan akan mengurangi frekuensi kunjungan dan akan mengurangi kemungkinan terpapar atau memberikan paparan corona virus selama wabah berlangsung.
Namun sayangnya, pada kondisi wabah seperti ini, beberapa daerah mengalami kekurangan stok obat-obatan antiretroviral sehingga banyak pasien yang diberikan obat ARV untuk seminggu atau dua minggu saja. Ini berarti mereka akan lebih sering keluar rumah dan mendatangi layanan kesehatan sekedar untuk mengambil obat ARV mereka.