Photo by marklgrantham from Instagram
Menurut Pusat AIDS Republik Uzbekistan, ada 4.000-an kasus infeksi HIV yang terdaftar setiap tahunnya. Pada tahun 2018, ada 461 anak yang terdiagnosis HIV. Anak-anak ini berisiko ditelantarkan oleh orang tuanya karena stigma dan diskriminasi yang terjadi di masyarakat.
Di Uzbekistan, stigma dan diskriminasi masih berlaku di masyarakat. Penyebab fenomena ini adalah kurangnya pengetahuan tentang HIV.
Baca Juga:
Anak-anak tidak dapat disalahkan karena terinfeksi. Namun, beberapa keluarga menempatkan anak-anak di panti asuhan karena status HIV mereka. Selain itu, bayi baru lahir dengan HIV positif, sering ditinggalkan di rumah sakit bersalin segera setelah lahir. Mereka dirampas haknya atas sebuah keluarga sejak mereka menarik napas pertama.
Kehidupan di panti asuhan memiliki dampak yang merugikan pada kesejahteraan anak karena mereka kehilangan hak untuk hidup dalam pengasuhan keluarga dan tidak dicintai. Tumbuh di institusi berdampak buruk bagi kesehatan, perkembangan, dan reintegrasi anak-anak lebih lanjut ke dalam masyarakat.
Di Uzbekistan, stigma dan diskriminasi masih berlaku di masyarakat. Penyebab fenomena ini adalah kurangnya pengetahuan tentang HIV.
“Dokter memberi tahu saya bahwa saya adalah anak HIV-positif pertama yang mendapat kesempatan untuk masa depan yang normal karena saat itu terapi antivirus baru masuk ke Uzbekistan”, kata Elina.
Saat ini, ada lima puluh empat anak dengan status HIV-positif yang tinggal di institusi di Uzbekistan. Elina, yang kini berusia 23 tahun, meninggalkan institusi tersebut lima tahun lalu. Dia membagikan kisahnya tentang perjuangan hidup dan impiannya tentang masa depan:
Saya didiagnosis dengan HIV ketika lahir. Saya mendapatkannya dari ibu saya. Dia meninggalkan saya di rumah sakit bersalin ketika diagnosis saya dikonfirmasi. Ketika berusia enam tahun, saya mendapat kesempatan untuk mencoba obat pertama yang mencegah penyebaran virus. Dokter memberi tahu bahwa saya adalah anak HIV-positif pertama yang mendapat kesempatan untuk masa depan yang normal karena saat itu terapi antivirus baru masuk ke Uzbekistan.
Saya mendengar tentang status HIV saya ketika berusia 13 tahun. Saya tidak panik; reaksi saya saat itu sangat normal walaupun saya pernah mendengar tentang HIV sebelumnya. Segera saya mengetahui bahwa semua orang di panti asuhan tahu tentang status saya. Anehnya, saya tidak diperlakukan berbeda di sana karena panti asuhan ini sudah memiliki pengalaman dengan anak-anak seperti saya. Kami memiliki sekitar 11 anak HIV-positif yang tinggal di sana saat itu. Tapi kemudian saya dipindahkan ke panti asuhan lain. Keadaan di sana berbeda dengan di tempat sebelumya. Saya tidak diperlakukan dengan baik. Ada anak laki-laki yang mendiskriminasi dan mengintimidasi saya. Mereka mengatakan kepada orang lain untuk tidak dekat-dekat dengan saya.
Sebulan yang lalu, saya mengunjungi teman di panti asuhan. Dia memberi tahu bahwa anak-anak HIV-positif dipisahkan dari anak-anak yang sehat di ruangan yang berbeda. Mereka makan dan minum dari piring yang telah ditentukan untuk mereka.
Saya terkejut bahwa para guru tidak menyadari kekuatan obat-obatan. Baik guru maupun anak perlu memahami bahwa penyebaran virus dapat dicegah, dan anak dapat terus menjalani kehidupan normal. Oleh karena itu, pengasuh di panti perlu memperhatikan anak-anak dan memastikan mereka tidak pernah ketinggalan minum obat.
Saya segera meminta spesialis untuk melakukan pelatihan bagi para guru panti asuhan itu. Minggu berikutnya diadakan pelatihan pendidikan. Situasinya lebih baik sekarang.
Selama hidup di panti asuhan, saya tidak pernah diadopsi karena keluarga yang sehat tidak mau mengambil anak yang hidup dengan HIV. Kini, sejak ada undang-undang baru pengurangan anak di panti asuhan, panti asuhan mulai menempatkan anak dengan HIV di keluarga yang sehat juga.
Setahun setelah keluar dari panti asuhan, saya mendapat apartemen satu kamar dari pemerintah. Saya berbagi apartemen dengan gadis lain.
Beberapa tahun yang lalu, saya mulai mencari keluarga kandung dan menemukan bahwa ibu dan kakek nenek saya telah meninggal. Saya menemukan ayah dan saudara laki-laki saya. Mereka menetap di Rusia dan sekarang kami berhubungan. Sayangnya, saya tidak dapat pindah ke sana karena migran HIV-positif dilarang tinggal secara permanen di Rusia menurut undang-undang federal “Tentang Status Hukum Warga Negara Asing di Federasi Rusia” tertanggal 25 Juli 2002.
Masalah lain yang saya hadapi adalah pembatasan dalam memperoleh gelar dan profesi. Status HIV saya tidak memungkinkan saya masuk perguruan tinggi kedokteran, atau bekerja sebagai penata rambut, dokter, koki, jadi saya harus masuk fakultas ekonomi. Tapi sekarang banyak hal telah berubah, dan orang HIV-positif terbuka untuk bekerja di banyak tempat yang tidak memerlukan kontak dekat dengan darah.”
Elina adalah anak pertama yang didiagnosis HIV di Uzbekistan. Dia juga anak pertama yang ditelantarkan karena status HIV-nya dan anak pertama yang menerima terapi antiretroviral di Uzbekistan pada tahun 2006. Elina adalah contoh gadis tangguh yang telah mencoba untuk menerima perlakuan setara dari teman sebaya, guru, dan bahkan majikan tanpa menyerah. Dia sekarang berusaha untuk membantu anak-anak lain dengan status HIV yang tinggal di institusi. Dia mengunjungi mereka, berbicara, dan memberi mereka motivasi untuk hidup. Dia memprakarsai pelatihan spesialis pengasuhan anak tentang HIV dan AIDS untuk mengubah pola pikir mereka dan mematahkan stigma.
Sumber: The story of an HIV-positive girl who was the first to start antiretroviral therapy in Uzbekistan