Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Bukan sekali dua kali kami menerima pertanyaan yang berhubungan dengan gejala HIV, seperti Bobby misalnya (bukan nama sebenarnya), yang merasa panik lantaran usai melakukan hubungan seks berisiko (tidak menggunakan kondom), tidak lama timbul ruam-ruam merah di kulit, tapi hasil tes HIV menunjukkan negatif. Ia pun khawatir hasil tes tersebut tidak valid. Kemudian Cynthia (bukan nama sebenarnya) juga tak kalah paniknya, sudah berkali-kali tes HIV dan hasilnya negatif, tetap saja ia merasa mengalami gejala HIV.
Hingga kini, bagaimana persisnya pikiran bisa menyebabkan gejala tertentu dan memengaruhi penyakit fisik, seperti ruam kulit atau darah tinggi, belum diketahui dengan jelas. Impuls saraf yang arahnya menuju bagian-bagian tubuh atau otak, diduga dapat memengaruhi sel-sel tertentu dalam sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan timbulnya gejala penyakit. Tapi keseluruhan hal ini masih belum dipahami benar.
Baca Juga:
Apa yang dialami Bobby dan Cynthia bisa jadi merupakan gejala psikosomatis, yang terdiri dari dua kata yaitu pikiran (psyche) dan tubuh (soma). Gangguan psikosomatis adalah penyakit yang melibatkan pikiran dan tubuh, di mana pikiran memengaruhi tubuh hingga gejala penyakit muncul atau menjadi bertambah parah. Istilah gangguan psikosomatis juga digunakan untuk menyatakan keluhan fisik yang diduga disebabkan atau diperparah oleh faktor psikis atau mental, seperti stres dan rasa cemas yang berlebihan.
Sedangkan dalam istilah psikologi, psikosomatis atau penyakit “fungsional” merupakan kondisi yang menyebabkan rasa sakit dan masalah pada fungsi tubuh, walaupun tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, maupun pemeriksaan penunjang seperti Rontgen atau tes darah.
Stres Yang Menimbulkan Penyakit
Seperti diketahui, pikiran dapat menyebabkan munculnya gejala atau perubahan pada fisik seseorang. Contohnya, ketika Anda merasa takut atau cemas, maka tubuh Anda bisa memunculkan tanda-tanda seperti denyut jantung menjadi cepat, jantung berdebar-debar (palpitasi), mual atau ingin muntah, gemetaran (tremor), berkeringat, mulut kering, sakit dada sakit kepala, sakit perut, napas menjadi cepat, nyeri otot, atau nyeri punggung. Gejala fisik tersebut disebabkan oleh meningkatnya aktivitas listrik atau impuls saraf dari otak ke berbagai bagian tubuh. Selain itu, pelepasan zat adrenalin (epinefrin) ke dalam aliran darah juga bisa menyebabkan gejala fisik di atas.
Hingga kini, bagaimana persisnya pikiran bisa menyebabkan gejala tertentu dan memengaruhi penyakit fisik, seperti ruam kulit atau darah tinggi, belum diketahui dengan jelas. Impuls saraf yang arahnya menuju bagian-bagian tubuh atau otak, diduga dapat memengaruhi sel-sel tertentu dalam sistem kekebalan tubuh, sehingga menyebabkan timbulnya gejala penyakit. Tapi keseluruhan hal ini masih belum dipahami benar.
Pada kasus Bobby dan Cynthia, mereka berdua mengalami stress berlebihan akibat takut terinfeksi HIV. Dan, meski hasil tes HIV negatif, karena pikiran mereka terlanjur khawatir berlebihan, akibatnya fisik mereka pun merespon rasa takut tersebut — inilah yang mereka anggap sebagai gejala HIV.
Pengobatan Psikosomatis
Untuk menyembuhkan psikosomatis, maka Bobby dan Cynthia harus berkonsultansi pada psikiater selain dokter umum tentunya. Ini karena dalam pengobatan psikosomatis, petugas layanan kesehatan tidak hanya fokus pada gejala fisik akibat psikosomatis, akan tetapi dilakukan perawatan menyeluruh dalam menangani faktor mental dan sosial penyebab penyakit fisik yang dialami.
Meski dokter umum bisa menangani gejala psikosomatis yang bertujuan untuk mengatasi keluhan fisik yang dirasakan, sebaiknya penderita gangguan psikosomatis perlu konsultasi dengan psikiater yang akan mengobati pasien dengan mendiagnosis dari berbagai aspek, termasuk durasi penyakit, tekanan lingkungan, kepribadian pasien dan lain-lain. Setiap keluhan fisik yang diderita akan ditangani sesuai dengan penyebabnya.
Untuk keluhan psikologis akan dibantu dengan konseling menyeluruh, yang didukung oleh psikoterapi, berupa terapi pola pikir dan perilaku, untuk melatih respons seseorang terhadap situasi yang berat. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk mengurangi keluhan fisik yang dialami orang dengan gangguan psikosomatis.
Untuk mencegah psikosomatis, Anda bisa mengelola stres, kecemasan dan depresi sedini mungkin, agar tidak mengalami ganguan psikosomatis yang akan memengaruhi kondisi tubuh secara keseluruhan. Anda bisa berkonsultasi dengan psikiater bila mengalami gangguan mental atau psikologi lainnya, sebelum gangguan tersebut menimbulkan penyakit fisik.