Di Amsterdam, Belanda, sekitar 16.000 aktivis dan pengamat HIV/AIDS dari lebih 160 negara berkumpul dalam salah satu peristiwa terbesar dalam kalender kesehatan global, yang menampilkan berbagai sesi mengenai informasi HIV/AIDS terkini.
Mencapai populasi kunci merupakan target yang sangat penting. Hal serupa juga dinyatakan oleh Dudu Dlamini, seorang aktivis untuk kesehatan dan hak-hak pekerja seks, yang menekankan perlunya mendekriminalisasi pekerjaan seks untuk menghilangkan hambatan layanan HIV bagi pekerja seks.
Baca Juga:
Acara selama seminggu ini dihadiri beberapa selebritas ternama seperti Elton John, Charlize Theron, dan Pangeran Harry dari Inggris, serta mantan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton, yang memberikan pidato utama pada penutupan pleno; termasuk para kepala lembaga donor terkemuka di dunia.
Mengusung tema “Breaking Barriers, Building Bridges,” konferensi ke-22 tahun ini mengungkapkan adanya kesadaran yang berkembang bahwa epidemi HIV/AIDS sedang dalam masa krisis, dengan 1,8 juta orang yang baru terinfeksi pada tahun 2017. Ada juga lonjakan yang mengkhawatirkan dalam kasus HIV baru di antara kelompok-kelompok utama — termasuk gadis remaja di Afrika sub-Sahara dan pengguna narkoba di Eropa Timur dan sebagian Asia, menurut data terbaru dari UNAIDS. Meski demikian, sayangnya, pada saat yang sama juga terjadi penurunan bantuan pengembangan untuk HIV.
Menargetkan Populasi Kunci
Para peserta setuju bahwa tanpa perubahan drastis, dunia akan melihat bahwa target HIV global 90-90-90 tidak akan tercapai; dan kemungkinan akan terjadi kembali kebangkitan epidemi HIV/AIDS. Menurut Peter Piot, ini tidak terlepas dari penyebaran HIV/AIDS pada populasi kunci termasuk pekerja seks, laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, kelompok LGBTI, pengguna narkoba suntik, dan orang muda di mana mereka semua tidak dapat mengakses layanan HIV karena stigma sosial, diskriminasi, kriminalisasi, dan hambatan lainnya.
Oleh karena itu Peter Piot menegaskan bahwa mencapai populasi kunci merupakan target yang sangat penting. Hal serupa juga dinyatakan oleh Dudu Dlamini, seorang aktivis untuk kesehatan dan hak-hak pekerja seks, yang menekankan perlunya mendekriminalisasi pekerjaan seks untuk menghilangkan hambatan layanan HIV bagi pekerja seks.
Krisis Pencegahan
Dari hasil konferensi tersebut, berdasarkan data UNAIDS, diketahui bahwa ada sekitar 1,8 juta orang yang terinfeksi HIV pada tahun 2017. Ini menegaskan bahwa terdapat krisis pada pencegahan, di mana program pencegahan hanya menerima sebagian kecil dari pendanaan HIV; dan sebagian besar pendanaan HIV difokuskan pada pengobatan HIV.
Di sisi lain, ada perkembangan yang menggembirakan seputar profilaksis pra-pajanan oral, atau PPrP, yang dapat mencegah infeksi HIV di antara mereka yang berisiko tinggi. Ya, obat antiretroviral ini telah berhasil diluncurkan di Amerika Utara, Eropa Barat, dan Australia, dan telah terbukti membantu mengurangi infeksi baru di antara pria yang berhubungan seks dengan pria.
Namun, yang masih menjadi persoalan yakni apakah obat ini bisa diluncurkan di negara-negara berpenghasilan rendah, dan bagaimana efektivitas obat tersebut bagi kaum perempuan.
“Ada krisis pencegahan dan kita perlu menemukan cara yang lebih baik untuk mengatasinya,” tutur Christine Stegling, direktur eksekutif International HIV/AIDS Alliance. “PPrP memang menjanjikan, tetapi metode pencegahan juga perlu dikombinasikan dengan intervensi yang menangani masalah hak asasi manusia dan ketidaksetaraan gender,” pungkasnya.
Layanan Kesehatan yang Menyeluruh
Sejumlah sesi juga berbicara tentang perlunya mengintegrasikan program HIV, ke perawatan kesehatan yang lebih luas. Menurut Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, “Kita belum benar-benar membantu seorang anak jika kita mengobatinya untuk HIV, tetapi tidak memvaksinasi dia terhadap campak. Kita belum benar-benar membantu seorang lelaki gay jika kita memberinya PPrP, tetapi meninggalkan dia dengan depresi yang tidak diobati. Cakupan kesehatan universal berarti memastikan semua orang memiliki akses ke semua layanan yang mereka butuhkan, untuk semua penyakit dan kondisi,” tandasnya.
Ada banyak diskusi tentang perlunya menggabungkan upaya HIV dan tuberkulosis, di mana TB adalah pembunuh nomor satu orang dengan HIV, berdasarkan data dari WHO. Temuan baru dari Afrika Timur, menunjukkan hasil positif dari program berbasis komunitas yang menggabungkan tes HIV dan pengobatan dengan penyakit lain termasuk TB, diabetes, dan hipertensi.