Menyampaikan pentingnya perawatan HIV pada anak muda atau remaja bisa jadi sulit. Banyak orangtua atau pengasuh anak-anak dengan HIV menunda memberi tahu seorang anak tentang status HIV positif mereka karena sejumlah alasan. Ya, mereka mungkin cemas tentang stigma dari masyarakat, rasa bersalah terkait penularan, ketidakpastian dalam cara mengungkapkan, dan ketakutan akan reaksi negatif atau pertanyaan sulit dari sang anak.
Banyak anak yang hidup dengan HIV mengalami peristiwa kehidupan yang sulit yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikososial mereka, seperti kehilangan pengasuh atau orangtua untuk penyakit terkait AIDS, stigma, keterkejutan tentang status mereka, dan tidak memahami pentingnya patuh pada pengobatan.
Padahal, penting bagi petugas kesehatan atau pengasuh untuk mengungkapkan status seorang anak kepada mereka, untuk mencegah anak merasa terisolasi dan tidak sengaja mencari tahu status mereka di depan umum. Dan, anak-anak yang diberitahu sedari dini sehingga lebih awal juga mengkonsumsi obat, terbukti memiliki harapan hidup yang panjang dibanding mereka yang abai dengan status HIV mereka.
Selain itu, banyak anak yang hidup dengan HIV mengalami peristiwa kehidupan yang sulit yang dapat mempengaruhi kesejahteraan psikososial mereka, seperti kehilangan pengasuh atau orangtua untuk penyakit terkait AIDS, stigma, keterkejutan tentang status mereka, dan tidak memahami pentingnya patuh pada pengobatan. Untuk mengurangi kejadian ini, penting untuk mendorong anak-anak untuk memiliki pandangan positif terhadap kehidupan, yang dapat dibantu dengan memanfaatkan layanan sepenuhnya seperti kelompok dukungan.
Ada seorang anak di Bangladesh di mana ibunya terinfeksi HIV, dan anak pun dikira terinfeksi HIV oleh masyarakat sekitar sehingga ia kehilangan teman-teman bermainnya. “Ibu kamu memiliki kharaprog [HIV], kamu juga memiliki kharaprog, jangan datang kepada kami dan jangan bermain dengan anak-anak kami.” Demikian kisah Rafik, seorang anak laki-laki berusia 15 tahun dari Bangladesh yang ibunya hidup dengan HIV dan yang ayahnya meninggal karena penyakit terkait AIDS.
Anak-anak kecil mendengarkan dan belajar dari teman sebaya dan mudah termotivasi satu sama lain. Oleh karena itu penting untuk membangun kesadaran dan memberikan edukasi yang benar mengenai HIV/AIDS melalui teman sebaya, seperti membentuk kelompok belajar atau klub remaja di sekolah. Menurut penelitian, kelompok ini juga dapat membantu anak-anak dengan HIV/AIDS maupun yang terkena dampaknya untuk memberdayakan hidup mereka.
Semua anak yang hidup dengan HIV memiliki hak untuk bersekolah, sama seperti anak lain. Kebijakan harus ada untuk memastikan seorang anak yang hidup dengan HIV di sekolah tidak mengalami stigma dan diskriminasi atau penindasan, dan bahwa status mereka dirahasiakan. Oleh sebab itu, dimasukkannya pendidikan seks, reproduksi dan HIV & AIDS untuk anak-anak dalam kurikulum sekolah sangat penting untuk mengatasi stigma seputar HIV, dan untuk mengajarkan orang lain mengenai fakta tentang penularan HIV. Ada banyak cara untuk menjangkau anak muda; termasuk melalui kelompok sebaya, sosial media, dan jangkauan rekan — tidak hanya di sekolah.