Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Mengajak orang untuk berani melakukan tes HIV di Indonesia sejatinya memang tidak mudah. Bayangkan betapa masifnya stigma yang disematkan kepada mereka yang hendak melakukan tes HIV — terutama terhadap kaum perempuan — seperti dicap sebagai perempuan nakal dan lain-lain. Padahal, tak sedikit perempuan yang terinfeksi HIV lantaran menjadi korban dari pasangan mereka.
Pada Konferensi Pers yang digelar di RS St. Carolus Jakarta, Pia Wurtzbach menjelaskan, “Sayang sekali masih banyak stigma negatif yang melekat pada tes HIV. Padahal, dengan mengetahui status HIV, berarti kita peduli terhadap kesehatan kita dan orang-orang di sekitar kita. Kepada semua perempuan Indonesia, ayo beranikan diri untuk tes HIV!”
Baca Juga:
Oleh sebab itu, tes HIV penting untuk dilakukan sebagai bagian dari pengecekan kesehatan rutin bagi perempuan dan ibu hamil. Inilah misi yang dibawa oleh Miss Universe 2015 Pia Wurtzbach, selaku UNAIDS Goodwill Ambassador for Asia and the Pacific dalam kunjungannya ke Indonesia, 6 Maret 2020.
Pada Konferensi Pers yang digelar di RS St. Carolus Jakarta, Pia Wurtzbach menjelaskan, “Sayang sekali masih banyak stigma negatif yang melekat pada tes HIV. Padahal, dengan mengetahui status HIV, berarti kita peduli terhadap kesehatan kita dan orang-orang di sekitar kita. Kepada semua perempuan Indonesia, ayo beranikan diri untuk tes HIV!”
Atiqah Hasiholan, Sudah Melakukan Tes HIV Sebanyak Dua Kali
Sementara aktris Atiqah Hasiholan selaku UNAIDS National Goodwill Ambassador for Indonesia, juga mengambil tantangan untuk melakukan tes HIV di depan media. Setelah diambil darahnya oleh dokter, Atiqah membagikan testimoninya kepada media, “Saya sudah pernah tes HIV dulu sebelum menikah, dan sekarang adalah yang kedua kalinya. Testimoni saya soal tes HIV masih sama: sangat mudah, gratis, dan tidak sakit sama sekali. Kalau saya dan Pia bisa, saya percaya para perempuan di Indonesia juga bisa melakukannya.”
Kepedulian Atiqah terhadap pentingnya tes HIV terhadap perempuan memang beralasan, lantaran perempuan terbukti memiliki kerentanan yang lebih besar terhadap HIV. Dalam proyeksi Asian Epidemic Model (AEM), sebanyak 215.979 perempuan Indonesia yang tergolong berisiko rendah diestimasikan hidup dengan HIV. Kebanyakan di antara mereka adalah pasangan dari populasi yang rentan terdampak HIV. Selain itu, perempuan juga seringkali mengalami kendala untuk memeriksakan kesehatan seksual dan mengakses pengobatan HIV karena tidak mendapat persetujuan dari pasangannya.
Promosi yang dilakukan oleh para UNAIDS Goodwill Ambassador berusaha untuk mengajak para perempuan khususnya ibu hamil untuk mengetahui statusnya secara lebih dini. “Ketika seseorang mengetahui status HIV secara lebih dini, ia dapat segera meminum obat antiretroviral (ARV). Melalui pengobatan ARV yang konsisten, perempuan yang hidup dengan HIV dapat hidup sehat, menikah, merencanakan kehamilan, serta mencegah penularan HIV kepada anak. Jadi, HIV bukan lagi sebuah death sentence,” tambah Pia.
Promosi tes dan pengobatan HIV juga merupakan bagian dari strategi nasional Indonesia untuk mewujudkan target Three Zeroes pada 2030, antara lain tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan diskriminasi pada orang dengan HIV (ODHIV). Saat ini, diestimasikan terdapat 640,000 orang yang hidup dengan HIV (ODHA) di Indonesia. Namun demikian, dari jumlah tersebut, hanya 55% yang mengetahui status HIV mereka, dan hanya 19% yang ada dalam pengobatan ARV. Dari estimasi 640,000 orang tersebut, 36% di antaranya adalah perempuan.