Sejarah HIV di Indonesia diketahui bermula dari virus yang dibawa oleh para wisatawan yang berlibur di Indonesia. Oleh karena kasus pertama kali ditemukan pada seorang homoseksual, ada dugaan bahwa pola penyebaran AIDS di Indonesia serupa dengan di negara-negara lain.
Sejarah epidemi HIV di Indonesia hampir tidak mungkin dipisahkan dari nama Zubairi Djoerban. Dilahirkan di Kauman, Yogyakarta, 11 Februari 1947, Zubairi dikenal sebagai penemu kasus pertama sekaligus pionir penanganan HIV dan AIDS di negeri ini.
1983
Sejarah epidemi HIV di Indonesia hampir tidak mungkin dipisahkan dari nama Zubairi Djoerban. Dilahirkan di Kauman, Yogyakarta, 11 Februari 1947, Zubairi dikenal sebagai penemu kasus pertama sekaligus pionir penanganan HIV dan AIDS di negeri ini.
Dr. Zubairi Djoerban melaksanakan penelitian terhadap 30 waria di Jakarta. Karena rendahnya tingkat limfosit dan gejala klinis, Dr. Zubairi menyatakan dua di antaranya kemungkinan AIDS.
1984
Di Kongres Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (KOPAPDI) VI, pada Juli, dilaporkan bahwa dari 15 orang diperiksa, tiga memenuhi kriteria minimal untuk diagnosis AIDS.
Pada November, Kepala Divisi Transfusi Darah PMI, Dr. Masri Rustam menyatakan bahwa masyarakat tidak perlu khawatir AIDS menyerang penerima transfusi darah di sini. Walau skrining membutuhkan biaya besar, pencegahan dilakukan dengan melarang kaum homoseksual atau waria menjadi donor darah.
1985
Pada 2 September, Menkes menyatakan sudah ada lima kasus AIDS ditemukan di Bali. Namun Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Pemukiman (P2MPLP) Depkes, Dr. M. Adhyatama mengaku dia tidak tahu-menahu mengenai kasus tersebut.
Seorang perempuan berusia 25 tahun dengan hemofilia dinyatakan terinfeksi HIV pada September di Rumah Sakit Islam Jakarta (RSIJ). Pada 11 November, Menkes mengatakan bahwa belum pernah ditemukan orang yang betul-betul terkena penyakit AIDS. Menjawab pertanyaan wartawan, Menkes komentar “Kalau kita taqwa pada Tuhan, kita tidak perlu khawatir terjangkit penyakit AIDS.”
1986
Pada Januari, tes HIV dapat dilakukan di RSCM dengan biaya Rp 62.500. Hasil positif akan dikirim ke AS untuk penelitian lebih lanjut.
Pada Maret, satuan tugas RSCM dan FK-UI yang dibentuk pada 1985 untuk mengkaji masalah AIDS diresmikan sebagai Kelompok Studi Khusus (Pokdisus) AIDS.
1987
Seorang wisatawan asal Belanda meninggal di RS Sanglah, Bali. Kematian pria berusia 44 tahun itu diakui Depkes disebabkan AIDS. Indonesia masuk dalam daftar WHO sebagai negara ke-13 di Asia yang melaporkan kasus AIDS.
1988 – 1990
Pada 1988, Depkes hanya melaporkan tambahan satu kasus infeksi HIV di Indonesia. Pada 1989, Depkes tidak melaporkan satu pun kasus infeksi HIV tambahan di Indonesia. Namun satu kasus HIV dilaporkan berlanjut menjadi AIDS.
Pada 1990, Depkes melaporkan tambahan dua kasus AIDS, sehingga jumlah kasus infeksi HIV di Indonesia menjadi sembilan.
Foto: Peringatan Hari HIV/AIDS Sedunia di Bali, 2014