Sejarah epidemi HIV dan AIDS dimulai dalam stigma akan ketakutan, tatkala dunia menghadapi virus baru yang tidak dikenal dan mengakibatkan kematian. Namun, kemajuan ilmiah seperti pengembangan obat antiretroviral, telah memungkinkan orang mendapatkan pengobatan untuk hidup panjang dan sehat meski terinfeksi HIV.
Pada Juni 2001, Majelis Umum PBB menyerukan pembentukan Global Fund untuk mendukung upaya negara dan organisasi untuk memerangi penyebaran HIV melalui pencegahan, perawatan dan pembelian obat-obatan.
1996
Pada tahun 1996, UNAIDS didirikan oleh PBB untuk mengadvokasi aksi global pada epidemi HIV dan AIDS di seluruh dunia. Pada tahun yang sama, Konferensi AIDS Internasional ke-11 di Vancouver, Kananda, menyoroti keefektifan ART yang dapat memberikan harapan. FDA menyetujui alat tes viral load untuk mengukur tingkat HIV dalam darah, Nevirapine yang termasuk obat golongan NNRTI pertama disetujui, dan tes urin HIV pertama diperkenalkan.
Wabah HIV baru terdeteksi di Eropa Timur, bekas Uni Soviet, India, Vietnam, Kamboja, dan Cina. Hingga akhir 1996, perkiraan jumlah orang yang hidup dengan HIV adalah 23 juta jiwa.
1997
Pada bulan September 1997, FDA menyetujui Combivir, kombinasi dua obat antiretroviral yaitu zidovudine dan lamivudine, yang digunakan sebagai tablet harian tunggal, sehingga memudahkan orang yang hidup dengan HIV untuk mengkonsumsi obat. Pada akhir tahun, UNAIDS melaporkan bahwa epidemi HIV di seluruh dunia jauh lebih buruk daripada yang diperkirakan sebelumnya. Perkiraan ada 30 juta orang hidup dengan HIV/AIDS dan 16.000 infeksi baru terjadi setiap hari.
1998
Konferensi Internasional AIDS ke-12 dibuka pada 28 Juni di Jenewa, Swiss dengan tema “Bridging the Gap”. Konferensi ini melaporkan kemajuan dalam pengobatan dan perawatan HIV / AIDS. Efavirenz yang termasuk obat golongan NNRTI ketiga, disetujui oleh FDA untuk digunakan di AS. Para peneliti di Perancis menyimpulkan bahwa menyusui jangka panjang oleh ibu HIV-positif meningkatkan risiko penularan HIV kepada bayi mereka secara substansial.
1999
Pada tahun 1999, WHO mengumumkan bahwa AIDS adalah penyebab kematian terbesar keempat di dunia dan pembunuh nomor satu di Afrika. Hakim Afrika Selatan Edwin Cameron mengumumkan ia positif HIV. Diperkirakan 33 juta orang hidup dengan HIV dan 14 juta orang telah meninggal karena AIDS sejak awal epidemi.
2000
Pada bulan Juli, UNAIDS bernegosiasi dengan lima perusahaan farmasi untuk mengurangi harga obat antiretroviral khusus untuk negara berkembang. Pada bulan September, PBB mengadopsi MDGs (Millennium Development Goals) di antaranya termasuk tujuan spesifik untuk penanggulangan penyebaran HIV, malaria dan TB.
2001
Pada Juni 2001, Majelis Umum PBB menyerukan pembentukan Global Fund untuk mendukung upaya negara dan organisasi untuk memerangi penyebaran HIV melalui pencegahan, perawatan dan pembelian obat-obatan. Setelah produsen obat generik, seperti Cipla di India, mulai memproduksi obat-obatan generik untuk negara berkembang, beberapa produsen farmasi besar sepakat untuk mengurangi harga obat. Pada bulan November, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengumumkan Deklarasi Doha yang memungkinkan negara-negara berkembang untuk memproduksi obat generik untuk memerangi krisis kesehatan masyarakat seperti HIV.
2002
Pada bulan April 2002, Global Fund mengumumkan ronde pertama pembiayaan sebesar 600 juta dolar AS selama jangka waktu dua tahun. Permohonan Indonesia untuk dana dari Global Fund Ronde 1 disetujui, dengan dana hampir 16 juta dolar untuk HIV. Fase 1 program, dengan dana hampir 7 juta dolar, mulai diterapkan pada Juli 2003.
Pada April, pemerintah Afrika Selatan berjanji akan mulai pemberian nevirapine pada perempuan HIV-positif yang hamil dan bayinya untuk mengurangi risiko penularan HIV pada bayi. Juga disediakan AZT sebagai profilaksis pascapajanan (PPP) untuk perempuan yang diperkosa. Pada bulan Juli, UNAIDS melaporkan bahwa AIDS sekarang menjadi penyebab utama kematian di Afrika sub-Sahara.
Di AS, FDA menyetujui tes cepat (rapid test) HIV pertama dengan akurasi 99,6%. Diharapkan tes ini, yang dapat memberi hasil dalam 20 menit, akan menghadapi masalah bahwa banyak orang tidak hadir kembali untuk mengambil hasil tes.
2003
Pada Januari 2003, Presiden Amerika Serikat George W. Bush mengumumkan pembuatan Rencana Darurat Presiden untuk Penanggulangan AIDS (PEPFAR), sebuah rencana lima tahun untuk memerangi AIDS, terutama di negara-negara dengan jumlah infeksi HIV yang tinggi. Pada Maret, Menteri Kesehatan RI mengatakan bahwa pemerintah akan memberi subsidi ARV generik sebesar Rp 200.000 per bulan untuk setiap Odha yang membutuhkannya. Beberapa provinsi memutuskan untuk menyediakan ARV secara gratis untuk sejumlah Odha di provinsinya. Pada bulan Desember, WHO meluncurkan program “3 by 5” agar tiga juta Odha di negara berkembang dapat akses ART pada 2005.