Photo by cookie_studio from freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
PrEP dapat mengurangi risiko HIV melalui penularan seksual hingga lebih dari 90% jika digunakan dengan disiplin dan sesuai aturan. Penggunaan PrEP juga semakin efektif jika dikombinasikan dengan mekanisme pencegahan HIV lainnya, seperti penggunaan kondom dan pelumas, serta tidak berbagi peralatan jarum suntik yang tidak steril.
Organisasi kesehatan dunia WHO telah merekomendasikan obat-obatan yang mengandung tenofovir disoproxil fumarate atau TDF yang dapat digunakan untuk mencegah infeksi HIV pada orang-orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi HIV.
Baca Juga:
Penggunaan PrEP yang sesuai aturan dan dengan dosis yang tepat merupakan faktor penting agar efektivitas PrEP dapat optimal. Jika obat PrEP tidak digunakan sesuai aturan maka jumlah obat dalam darah tidak akan mencukupi untuk dapat mencegah virus bertahan dan menyebar di dalam tubuh.
Perlu kamu ketahui bahwa PrEP akan optimal mencegah penularan HIV setelah digunakan selama 7 hari pada seseorang yang melakukan hubungan seks anus reseptif, dan 21 hari pada seseorang yang berhubungan seks vagina reseptif. Tapi sekarang sudah ada rejimen obat yang bisa dikonsumsi dua hari sebelum melakukan aktivitas seks tanpa kondom, dan PrEP tersebut bisa efektif, khususnya untuk kelompok resiko LSL, dan hanya 7 hari untuk kelompok resiko selain LSL.
Organisasi kesehatan dunia WHO telah merekomendasikan obat-obatan yang mengandung tenofovir disoproxil fumarate atau TDF yang dapat digunakan untuk mencegah infeksi HIV pada orang-orang yang memiliki resiko tinggi terinfeksi HIV. Obat ARV yang digunakan dalam program layanan PrEP di Indonesia adalah TDF atau FTC.
Sementara itu ada dua jenis rejimen yaitu rejimen harian (daily) dan rejimen Event Driven (PrEP-ED) dengan ketentuan pemberian sebagai berikut:
- Dosis Pertama untuk LSL dan Transgender: Untuk PrEP-ED, diberikan dua pil dalam 2 hingga 24 jam sebelum melakukan hubungan seksual. Untuk harian, diberikan dua pil dalam 2 hingga 24 jam sebelum melakukan hubungan seksual.
- Dosis Pertama untuk Selain LSL dan Transgender: Untuk harian, diberikan 1 pil sehari selama 7 hari sebelum melakukan hubungan seksual.
- Dosis Lanjutan untuk LSL dan Transgender: Untuk PrEP-ED, diberikan 1 pil 24 jam setelah dosis pertama, kemudian dilanjutkan 1 pil dalam 24 jam setelah dosis ke-2. Untuk harian, 1 pil dalam sehari pada jam yang sama dengan dosis pertama.
- Dosis Lanjutan untuk Selain LSL dan Transgender: Untuk harian, 1 pil dalam sehari pada jam yang sama dengan dosis pertama.
- Dosis Berhenti untuk LSL dan Transgender: Untuk harian, 1 pil sehari sampai minimal 2 hari setelah hubungan seksual terakhir.
- Dosis Berhenti untuk Selain LSL dan Transgender: Untuk harian, 1 pil sehari sampai 7 hari setelah hubungan seksual terakhir.
Apakah Rejimen Bisa Berubah?
Rejimen obat bisa berubah tergantung dari frekuensi hubungan seksual yang berbeda-beda pada setiap orang. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti gaya hidup, kebiasaan, status hubungan dengan orang lain, dinamika seksual, dan juga usia.
Rejimen harian PrEP direkomendasikan pada semua orang yang beresiko tinggi akan terinfeksi HIV, dengan pola hubungan seksual yang tidak bisa diprediksi dan berpotensi terpapar HIV lebih dari satu kali dalam satu minggu. Bagi kelompok LSL, selain rejimen PrEP harian dapat pula ditawarkan PrEP-ED, dengan mempertimbangkan situasi dan referensi dari pengguna PrEP.
Seseorang yang menggunakan PrEP-ED dapat mengubahnya menjadi PrEP dosis harian jika hubungan seksual terjadi lebih sering atau ia melakukan hubungan seksual lebih dari satu kali dalam seminggu, sehingga pil harus terus diminum setiap hari untuk memproteksi mereka dari paparan HIV.
Sebaliknya pengguna PrEP dosis harian dapat mengubah dosis menjadi PrEP-ED jika frekuensi hubungan seksual menurun, atau mereka melakukan hubungan seksual maksimal 1 kali dalam seminggu yang mengakibatkan risiko terpapar HIV menjadi lebih rendah. Tapi keputusan mengubah dosis ini harus dikonsultasikan kepada tenaga kesehatan terlebih dahulu, dengan disertai penilaian faktor resiko yang lebih objektif.