Penulis: Mario Martins
Editor: Andriano Bobby
Seorang wanita di California bisa jadi merupakan orang pertama yang sembuh dari HIV tanpa melakukan cangkok sumsum tulang. Wanita bernama Loreen Willenberg adalah salah satu dari kelompok ODHIV yang disebut ‘elite controller‘, yang mana HIV di dalam tubuhnya tampaknya terkurung di tempat yang tidak dapat menghasilkan virus baru.
Lebih dari 60 orang yang disebut sebagai ‘elite controllers‘ (pengendali elit) pada penelitian tersebut, memiliki tanggapan kekebalan yang luar biasa kuat terhadap HIV. HIV yang ada di tubuh mereka dapat diasingkan di bagian genomnya yang tidak dapat bereplikasi. Mereka yang disebut ‘elite controllers‘ ini diperkirakan berjumlah kurang dari setengah persen dari semua orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia.
Baca Juga:
Laporan tersebut diterbitkan oleh jurnal ilmiah Nature, yang merupakan salah satu jurnal ilmiah tertua dan paling bereputasi tinggi. Laporan ini dapat diakses di sini.
Orang yang sistem kekebalannya dapat mengendalikan replikasi HIV tanpa menggunakan pengobatan antiretroviral (ARV) dikenal sebagai elite controllers. Mereka memiliki tingkat integrasi virus yang rendah dalam sel mereka dan kemungkinan besar mampu mengontrol proses replikasi virus.
Lebih dari 60 orang yang disebut sebagai ‘elite controllers‘ (pengendali elit) pada penelitian tersebut, memiliki tanggapan kekebalan yang luar biasa kuat terhadap HIV. HIV yang ada di tubuh mereka dapat diasingkan di bagian genomnya yang tidak dapat bereplikasi.
Kasus yang sangat langka ini melibatkan Loreen Willenberg, orang yang tertular HIV pada tahun 1992. Sistem kekebalannya telah mengendalikan virus selama beberapa dekade tanpa menggunakan pengobatan antiretroviral, dan para peneliti tidak dapat menemukan virus yang utuh di lebih dari 1,5 miliar selnya. Mereka yang disebut ‘elite controllers‘ ini diperkirakan berjumlah kurang dari setengah persen dari semua orang yang hidup dengan HIV di seluruh dunia.
“Saya yakin Loreen mungkin benar-benar memang sembuh,” kata rekan penulis studi Steven Deeks, MD, dari University of California di San Francisco. “Meskipun ada upaya heroik, kami tidak dapat menemukan virus yang mampu bereplikasi. Sistem kekebalannya tampak normal sepenuhnya. Bahkan tingkat antibodi HIV-nya rendah, yang belum pernah terjadi sebelumnya pada orang yang tidak diobati.”
Meskipun terapi antiretroviral dapat menekan replikasi HIV, virus memasukkan materi genetiknya ke dalam kromosom sel manusia, sehingga sangat sulit untuk dibasmi. HIV dapat tertidur di reservoir sel kekebalan untuk waktu yang tidak terbatas, tetapi ketika antiretroviral dihentikan dan sel menjadi aktif, mereka dapat mulai mengeluarkan virus baru.
Sebelumnya, hanya dua orang yang diketahui telah sembuh dari HIV: Timothy Ray Brown, sebelumnya dikenal sebagai Pasien Berlin, dan seorang pria di London. Keduanya menerima transplantasi sel induk sumsum tulang dari donor dengan mutasi genetik langka yang membuat sel menjadi resisten terhadap masuknya HIV. Tetapi prosedur ini terlalu berbahaya bagi orang yang tidak membutuhkannya di mana proses ini biasanya hanya dilakukan untuk mengobati kanker stadium lanjut.
Artikel tentang orang yang sembuh dari HIV dapat dilihat di sini.
Penelitian baru menunjukkan bahwa Willenberg dan sekitar 60 ODHIV lainnya yang tidak melakukan pengobatan dalam waktu lama memiliki virus yang tersembunyi di dalam genom sel tubuh mereka dengan sedemikian rupa sehingga menciptakan genetik virus (dikenal sebagai provirus) yang tidak dapat digunakan untuk menghasilkan virus baru yang partikel virusnya dapat menginfeksi sel lain.
Bagaimana ‘Elite Controllers’ Dapat Menjinakkan HIV Tanpa Obat
Massachusetts General Hospital dan San Francisco General Hospital merekrut sebanyak 64 orang dengan kondisi elite controllers dan 41 orang HIV-positif sejenis yang memakai terapi antiretroviral. Kondisi HIV yang terintegrasi di dalam jutaan sel mereka dianalisis oleh Xu Yu, MD, dari Ragon Institute of Massachusetts General Hospital, MIT dan Harvard.
Pada kedua kelompok ini, sekitar 20% adalah perempuan, usia rata-rata adalah sekitar 56 tahun dan mereka telah hidup dengan HIV selama rata-rata 17 tahun dan memiliki virus yang tidak terdeteksi selama sembilan tahun. Secara keseluruhan, elite controllers ini memiliki jumlah CD4 rata-rata yang lebih tinggi (masing-masing sekitar 900 berbanding 70).
Para peneliti menggunakan next-generation gene sequencing, jenis teknologi sekuensing genome terkini, untuk mengkarakterisasi cetak-biru virus para peserta, termasuk virus yang berada dalam kromosom. Para peneliti menemukan bahwa para elite controllers memiliki lebih sedikit provirus yang terintegrasi, namun sebagian besar dari virus tersebut masih utuh, atau berpotensi mampu bereplikasi. Virus pada orang-orang ini sangat konsisten, tanpa berbagai mutasi yang terlihat pada kebanyakan orang dengan HIV.
Terlebih lagi, provirus mereka terintegrasi terpisah di dalam genom manusia, terpisah jauh dari elemen yang memungkinkan virus bereplikasi. Penjelasan teknisnya, DNA virus yang terintegrasi yang disebut provirus itu tidak terletak di lokasi yang dapat mengaktifkan transkripsi. Provirus juga tidak berada dekat dengan kromatin yang mengandung protein histon yang mengemas untaian DNA menjadi bentuk yang lebih utuh. DNA harus dilepaskan dari protein ini sebelum dapat digunakan untuk menghasilkan virus baru.
“Data ini memberi kesan bahwa konfigurasi terpisah reservoir proviral itu mewakili korelasi struktural dari pengendalian virus alami, dan bahwa kualitas — bukan kuantitas — reservoir virus dapat menjadi fitur pembeda yang penting untuk penyembuhan fungsional infeksi HIV-1, demikian penjelasan Xu Yu dan rekan peneliti pada laporannya.
Dalam komentar yang menyertai laporan tersebut, Nicolas Chomont, Ph.D., dari University of Montreal, mengategorikan provirus dalam elite controllers itu sebagai provirus yang berada dalam kondisi “tidur nyenyak”, dibandingkan dengan virus laten pada orang dengan HIV pada umumnya. Kini kondisi tersebut menjadi jelas karena para peneliti memiliki alat yang lebih canggih untuk menentukan lokasi provirus di dalam genom.
Tulisan Nicolas Chomont dapat diakses di sini.
Tidak jelas mengapa fenomena “blokir dan kunci” ini terjadi hanya pada sebagian kecil orang dengan HIV. Ada kemungkinan virus tersebut terasing di lokasi ini secara kebetulan. Tetapi para peneliti berpikir bahwa lebih mungkin provirus yang terintegrasi di lokasi ini dipilih secara evolusioner dari waktu ke waktu karena provirus di lokasi yang lebih kondusif untuk berreplikasi virus telah dieliminasi oleh sistem kekebalan.
Dalam kasus Willenberg, tim peneliti menganalisis lebih dari 1,5 miliar sel kekebalan darah perifer, termasuk sampel dari jaringan usus, tempat virus sering bersembunyi. Para peneliti tidak dapat menemukan provirus yang utuh yang dapat digunakan untuk menghasilkan HIV baru. Mengingat kurangnya provirus yang utuh, para peneliti tidak dapat menentukan apakah itu cocok dengan pola HIV laten yang terkunci di lokasi yang tidak dapat diakses.
Sebelas orang lainnya, yang dijuluki sebagai ‘exceptional controllers‘, hanya memiliki provirus yang dapat dideteksi di lokasi terpencil dalam genom yang tidak dapat melakukan replikasi. Sejak studi ini dilakukan, para peneliti telah menemukan beberapa elite controllers lainnya yang bisa memenuhi syarat sebagai tambahan orang yang sembuh, menurut The New York Times.
Hal ini meningkatkan kemungkinan bahwa sterilisasi penyembuhan HIV — alias pemberantasan virus secara total — kemungkinan dapat dilakukan dalam kasus yang jarang terjadi. Ada pula proses serupa yang terjadi pada sekitar 10% orang dengan HIV di mana mereka mampu mempertahankan supresi virus setelah menghentikan terapi antiretroviral tetapi masih memiliki provirus yang terdeteksi. Proses itu dikenal sebagai post-treatment controllers.
Penelitian ini pertama kali dipresentasikan di AIDS Society Conference on HIV Science musim panas lalu, di mana Willenberg disebut sebagai “Pasien San Francisco.” Willenberg kemudian mengumumkan statusnya, dan dia bersama Dr. Yu mendiskusikan temuan penelitian pada kegiatan webinar dengan advokat penyembuhan HIV bulan November tahun lalu.
“Saat itu saya menangis ketika melihat slide terakhir Dr. Yu,” kata Willenberg, yang selama bertahun-tahun telah berpartisipasi dalam lebih dari selusin penelitian. “Saya hanya bisa berharap dan berdoa agar dengan dedikasi yang berkelanjutan kita dapat mengetahui bagaimana saya mengenyahkan virus ke tempat pembuangan DNA.”
Pertanyaannya sekarang adalah apakah mungkin mengembangkan pengobatan yang dapat memungkinkan jutaan orang dengan HIV progresif menjadi orang dengan kondisi elite controllers seperti Willenberg. Chomont menyarankan bahwa terapi berbasis kekebalan — termasuk sel CAR-T — mungkin dapat menyusutkan reservoir virus hingga tersisa provirus laten yang tidak dapat bereplikasi.
“Pertanyaan kuncinya adalah, “Bagaimana sistem kekebalannya mencapai keadaan yang luar biasa ini?’” ujar Steven Deeks. “Kami tidak tahu. Kami perlu menemukan lebih banyak orang yang merupakan ‘exceptional controllers‘ seperti Loreen dan mulai bekerja untuk mencari tahu mekanismenya.”