Photo from freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Orang yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) mengalami tingkat kondisi alergi yang tinggi, termasuk rinitis alergi (hay fever), alergi obat, dan asma. Hal ini karena virus HIV menginfeksi dan menghancurkan sel T CD4+, yaitu sejenis sel darah putih, yang kemudian menghasilkan perubahan fungsi kekebalan yang berkontribusi pada perkembangan infeksi, kanker, dan masalah kekebalan tubuh lainnya.
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang terinfeksi HIV memiliki tingkat hasil positif yang tinggi pada tes alergi kulit, dibandingkan dengan orang tanpa infeksi HIV.
Baca Juga:
Infeksi HIV dikaitkan dengan tingginya tingkat antibodi alergi (IgE), terutama karena tingkat sel T CD4+ menurun. Namun, kadar IgE yang tinggi tidak selalu berkorelasi dengan alergi yang memburuk, tetapi dapat dikaitkan dengan defisiensi imun yang memburuk karena disfungsi sel-B. Antibodi IgE dapat diarahkan terhadap berbagai alergen atau mungkin nonspesifik.
Perubahan ini dapat terjadi karena gangguan keseimbangan sistem kekebalan tubuh, yang dapat menyebabkan perubahan mekanisme kontrol alergi yang normal, dan akibatnya, akan mengembangkan gejala penyakit alergi.
Orang dengan HIV juga mengalami tingkat gejala gangguan hidung yang sangat tinggi. Studi menunjukkan bahwa 60% ODHIV mengeluhkan gejala sinusitis kronis, dan lebih dari sepertiga pasien HIV yang dirawat di rumah sakit memiliki bukti sinusitis.
Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang terinfeksi HIV memiliki tingkat hasil positif yang tinggi pada tes alergi kulit, dibandingkan dengan orang tanpa infeksi HIV.
Pengobatan rhinitis alergi dengan infeksi HIV serupa dengan pengobatan kondisi tanpa HIV. Menghindari alergen adalah cara paling efektif untuk mencegah reaksi alergi. Jika penghindaran alergen tidak memungkinkan, antihistamin oral, semprotan steroid hidung, dan obat alergi lainnya umumnya dianggap aman jika kamu hidup dengan HIV.
Apakah aman bagi kita untuk menggunakan imunoterapi alergen (suntikan alergi) ketika hidup dengan HIV? Pertanyaan ini dapat dijawab oleh dokter spesialis alergi, terutama jika jumlah CD4+ 400 atau lebih tinggi. Hal ini karena ada kekhawatiran mengenai keamanan stimulasi sistem kekebalan, tetapi terapi alergi ini telah digunakan untuk orang dengan HIV.
Alergi obat
Infeksi HIV juga dikaitkan dengan tingginya tingkat reaksi alergi obat, kemungkinan akibat gangguan regulasi sistem kekebalan normal.
Trimethoprim-sulfamethoxazole (TMP-SMX), antibiotik yang mengandung sulfa, seringkali diperlukan untuk mencegah dan mengobati infeksi yang biasa terlihat pada ODHIV. Reaksi yang merugikan terjadi pada lebih dari separuh orang yang terinfeksi HIV (dibandingkan dengan kurang dari 10% orang yang tidak terinfeksi HIV). Desensitisasi untuk alergi TMP-SMX sering berhasil.
Abacavir, obat yang digunakan untuk mengobati HIV, adalah penghambat transkriptase balik nukleosida. Ini dapat menyebabkan reaksi hipersensitivitas yang mengancam jiwa pada 5-8% orang yang terinfeksi HIV. Beberapa orang memiliki kecenderungan genetik terhadap hipersensitivitas abacavir. Kecenderungan ini dapat diidentifikasi dengan penggunaan tes darah sebelum memulai abacavir. Jika seseorang tidak memiliki gen yang terkait dengan reaksi tersebut, maka abacavir biasanya dapat digunakan dengan aman.
Asma
Ternyata, ada peningkatan gejala asma dengan HIV. Faktanya, orang dengan gejala asma seperti sesak napas dan mengi belum tentu memperbaiki fungsi paru-paru dengan pengobatan HIV. Dalam beberapa kasus, asma bahkan dapat memburuk.
Seorang laki-laki yang terinfeksi HIV dalam sebuah dalam penelitian, memiliki tingkat mengi yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki tanpa infeksi HIV, terutama mereka yang merokok produk tembakau. Mengi adalah suara napas yang berbunyi seperti siulan. Kondisi ini merupakan tanda adanya masalah penyumbatan atau obstruksi pada saluran pernapasan.
Anak yang terinfeksi HIV yang menerima obat antivirus menunjukkan peningkatan tingkat asma dibandingkan dengan anak yang terinfeksi HIV yang tidak menggunakan obat antivirus.
Studi ini menunjukkan bahwa orang dengan infeksi HIV sangat rentan terhadap efek iritasi dari asap tembakau. Selain itu, pengobatan HIV melindungi tubuh dari hilangnya fungsi kekebalan, yang dapat meningkatkan risiko peradangan kondisi alergi, seperti asma.
Tapi, masalah-masalah ini bukanlah indikasi untuk menunda atau menghindari pengobatan HIV. Sebab, HIV adalah penyakit yang mematikan jika tidak diobati, sedangkan mengi dan gejala asma lainnya dapat diatasi.
Selain itu perawatan asma untuk orang yang memiliki HIV serupa dengan perawatan yang akan dilakukan oleh orang tanpa infeksi HIV. Namun, kortikosteroid oral harus dihindari sebisa mungkin, karena efek supresifnya pada sistem kekebalan tubuh.