Penulis: Mario Martins
Editor: Andriano Bobby
Poin-poin penting:
- Perempuan yang hidup dengan HIV jangka panjang lebih mungkin tidak dapat haid (Amenorea). Tetapi ini bukan gejala dari infeksi HIV.
- Darah menstruasi yang menyentuh kulit tidak menjadi risiko penularan HIV.
- Beberapa kontrasepsi hormonal dapat digunakan untuk menekan menstruasi, tetapi perempuan yang hidup dengan HIV perlu mempertimbangkan untuk segera pengobatan ARV saat memilih alat kontrasepsi.
Darah menstruasi seseorang yang hidup dengan HIV yang patuh pada pengobatan antiretroviral kemungkinan besar tidak memiliki virus yang terdeteksi (tidak terdeteksi = tidak dapat ditularkan).
Baca Juga:
Bisakah HIV Memengaruhi Siklus Menstruasi?
Banyak perempuan mengalami ketidakteraturan dalam siklus menstruasinya pada jangka waktu tertentu. Ini termasuk menstruasi yang tidak teratur, perubahan aliran menstruasi, dan memburuknya gejala pramenstruasi, dan terkadang mengindikasi masalah kesehatan yang mendasarinya. Sebagian besar perubahan menstruasi yang dilaporkan oleh perempuan yang hidup dengan HIV tampaknya tidak terkait langsung dengan virus.
Namun, ada bukti yang memberi kesan bahwa perempuan yang hidup dengan HIV lebih mungkin mengalami ketiadaan menstruasi (amenorea). Analisis lebih jauh dari penelitian internasional yang dilakukan pada 1990-an dan awal 2000-an pada hampir 9.000 perempuan menemukan bahwa perempuan yang hidup dengan HIV memiliki 70% kemungkinan mengalami amenorea selama lebih dari tiga bulan.
Sebuah studi klinis terhadap 828 perempuan dari 1994-2002 juga menyatakan bahwa perempuan yang hidup dengan HIV lebih mungkin mengalami amenorea yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari setahun dibandingkan dengan perempuan yang tidak hidup dengan HIV. Amenorea ini bisa disembuhkan pada lebih dari sepertiga perempuan yang hidup dengan HIV.
Penyebabnya masih terus diperdebatkan. Masih belum jelas apakah amenorea merupakan komplikasi dari infeksi HIV itu sendiri atau karena faktor risiko lain yang lebih umum di antara perempuan dengan HIV, seperti berat badan rendah, penekanan kekebalan, atau kombinasi faktor risiko. Butuh penelitian lebih lanjut di antara perempuan yang memakai antiretroviral (ARV) yang lebih modern untuk dapat membantu menjawab hal tersebut.
Amenorea dapat dikaitkan dengan infertilitas, peningkatan risiko kardiovaskular, dan kesehatan tulang yang buruk. Wanita yang hidup dengan HIV harus selalu berkonsultasi dengan dokter jika mengalami perubahan menstruasi yang tidak terduga. Mungkin tidak ada yang salah, tetapi sebaiknya perlu memeriksakan diri untuk mengetahui apa penyebabnya.
Apakah Tidak Dapat Haid Merupakan Gejala HIV?
Amenorea ini bukanlah tanda seseorang terinfeksi HIV. Ada banyak alasan mengapa seorang wanita mungkin melewatkan periode bulanannya. Bisa jadi hal itu disebabkan oleh kehamilan, stres, penurunan berat badan mendadak, kelebihan berat badan atau obesitas, dan olahraga ekstrim. Efek apa pun yang ditimbulkan HIV terhadap menstruasi kemungkinan besar terkait dengan infeksi kronis jangka panjang.
Apakah HIV Dapat Ditularkan Melalui Kontak Dengan Darah Menstruasi?
Darah menstruasi yang menyentuh kulit tidak menimbulkan risiko penularan HIV. Jika terkena kulit yang terluka atau tertelan, maka penularan HIV mungkin terjadi, tetapi masih kecil kemungkinannya. Darah menstruasi seseorang yang hidup dengan HIV yang patuh pada pengobatan antiretroviral kemungkinan besar tidak memiliki virus yang terdeteksi (tidak terdeteksi = tidak dapat ditularkan). Sejumlah kecil laporan kasus yang mendokumentasikan penularan HIV melalui pajanan terhadap darah melibatkan sejumlah besar darah dari orang HIV-positif, serta luka terbuka di kulit orang lain.
Apakah Menstruasi Meningkatkan Risiko Penularan HIV Ke Pasangan Seksual?
Jika seseorang yang hidup dengan HIV tidak memakai pengobatan antiretroviral, tingkat HIV dalam cairan vagina mereka cenderung lebih tinggi selama menstruasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa viral load di saluran kelamin perempuan dapat bervariasi selama siklus menstruasi, termasuk penelitian tahun 2004 yang menemukan bahwa tingkat viral load dalam cairan serviks cenderung mencapai puncaknya pada saat menstruasi dan turun ke tingkat terendah sesaat sebelum ovulasi, biasanya saat di tengah siklus. Ini akan meningkatkan risiko penularan HIV jika metode pencegahan (seperti kondom atau PrEP) tidak digunakan.
Namun, karena efektivitas pengobatan HIV, cairan tubuh seseorang yang hidup dengan HIV kemungkinan besar tidak memiliki virus yang dapat terdeteksi (tidak terdeteksi = tidak dapat ditularkan). Kadar HIV dalam darah dan cairan serviks biasanya berkorelasi, meskipun viral load dalam cairan vagina mungkin turun lebih lambat daripada dalam darah sehingga mungkin tidak dapat terdeteksi selama beberapa bulan setelah viral load menjadi tidak terdeteksi dalam darah.
Jika tidak yakin, penggunaan kondom, dental dam (kondom wanita) dan PrEP adalah pilihan yang dapat mengurangi risiko infeksi HIV saat berhubungan seks dengan orang yang hidup dengan HIV yang sedang menstruasi.
Apakah Wanita Berisiko Lebih Besar Terkena HIV Selama Menstruasi?
Perdarahan menstruasi itu sendiri tidak meningkatkan risiko tertular HIV. Namun, perubahan hormonal selama siklus menstruasi diyakini dapat menempatkan wanita pada risiko lebih besar dibandingkan waktu lainnya. Secara biologis, vagina dan serviks pada wanita, terutama remaja dan wanita yang lebih tua, secara umum lebih rentan terhadap HIV dan Infeksi Menular Seksual (IMS) dibandingkan pria.
Apakah Wanita Yang Hidup Dengan HIV Dapat Menggunakan Kontrasepsi Hormonal Untuk Menekan Menstruasi?
Wanita yang hidup dengan HIV dapat menggunakan kontrasepsi hormonal untuk mengatur atau menekan menstruasi mereka, terlepas apakah mereka sedang berusaha untuk mencegah kehamilan atau tidak. Namun, penting untuk dipertimbangkan efek terhadap pengobatan HIV ketika memilih pilihan tersebut, karena ada kemungkinan interaksi antara obat anti-HIV dan kontrasepsi hormonal yang berarti kontrasepsi tidak dapat bekerja.
Metode yang dapat menekan menstruasi adalah:
- Suntikan kontrasepsi — kendalannya biasanya tidak dipengaruhi oleh ARV.
- Alat kontrasepsi dalam rahim (intrauterine device) — keandalannya biasanya tidak dipengaruhi oleh ARV.
- Pil progestogen-only (POPs) yaitu pil yang hanya mengandung hormon progestogen — beberapa obat anti-HIV dapat mengurangi keefektifannya.
- Kontrasepsi implan — beberapa obat anti-HIV dapat mengurangi keefektifannya.
ARV yang berpotensi memengaruhi efektivitas kontrasepsi hormonal termasuk Protease Inhibitors, NNRTI efavirenz dan nevirapine, dan elvitegravir, ditambah cobicistat.
Interaksi tersebut dapat terjadi karena obat anti HIV dan kontrasepsi diproses pada organ hati oleh enzim yang sama, sehingga kontrasepsi diproses lebih cepat dari biasanya. Akibatnya, kadar hormon kontrasepsi mungkin terlalu rendah untuk mencegah kehamilan. Sementara itu, obat anti HIV akan terus efektif dan bekerja dengan baik.
Saat memilih metode kontrasepsi, perempuan yang hidup dengan HIV harus selalu berbicara dengan dokter untuk memastikan kompatibilitas dengan rejimen terapi antiretroviral mereka. Ini juga penting untuk kontrasepsi darurat (pil pencegah kehamilan).
Apakah Kontrasepsi Meningkatkan Risiko HIV Pada Perempuan?
Studi penelitian observasional di masa lalu memberi kesan kemungkinan peningkatan risiko HIV pada perempuan yang menggunakan kontrasepsi suntik khusus progestogen. Namun, penelitian besar baru-baru ini dengan metodologi yang lebih andal, yang dilakukan di empat negara Afrika, tidak menemukan perbedaan yang signifikan dalam risiko infeksi HIV di antara perempuan yang menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang hormonal atau non-hormonal (implan, suntikan atau IUD).