Photo by bowonpat from Freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Meski obat profilaksis pra pajanan (PrEP) di Thailand terbukti mampu menekan angka kasus baru HIV, rupanya masih saja banyak pengguna yang belum disiplin menggunakan PrEP. Sebuah studi di Thailand menemukan bahwa populasi yang lebih muda di bawah 25 tahun, wanita transgender, dan pengguna baru cenderung tidak patuh terhadap jadwal penggunaan PrEP.
Program ‘Princess PrEP’ di Thailand menyediakan tes HIV dan PrEP secara cepat dan gratis, yang dikelola oleh petugas kesehatan komunitas terlatih di Bangkok, Chonburi, Chiang Mai, dan provinsi Songkhla.
Baca Juga:
PrEP adalah rangkaian pengobatan antiretroviral (ARV) yang ditargetkan pada orang dengan status HIV-negatif yang berisiko tinggi terinfeksi HIV. Ini telah terbukti menjadi alat yang ampuh untuk melindungi diri dari paparan HIV, tetapi efektivitasnya sangat bergantung pada kemampuan pengguna PrEP untuk mematuhi pengobatan seperti yang ditentukan.
Thailand telah memperkenalkan beberapa program PrEP yang murah dan gratis yang ditargetkan pada populasi yang paling berisiko HIV untuk mengurangi infeksi baru pada kelompok ini. Sebanyak 44,4% infeksi baru dari tahun 2012 hingga 2016 terjadi di antara lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), waria, dan pekerja seks pria.
Program ‘Princess PrEP’ di Thailand menyediakan tes HIV dan PrEP secara cepat dan gratis, yang dikelola oleh petugas kesehatan komunitas terlatih di Bangkok, Chonburi, Chiang Mai, dan provinsi Songkhla. Program ini cukup dikatakan berhasil tetapi masih berhadapan dengan tantangan bagaimana agar peserta tetap patuh terhadap layanan PrEP.
Sebuah analisis baru mengungkapkan bahwa 37,4% LSL dan waria memiliki kepatuhan yang rendah terhadap penggunaan PrEP. Kepatuhan yang rendah berati hanya minum kurang dari tiga pil selama seminggu, atau tidak menghadiri jadwal konsultansi dengan petugas kesehatan setelah bulan pertama. Sub-populasi yang paling tidak patuh adalah populasi yang lebih muda di bawah usia 25 tahun dan peserta baru program Princess PrEP.
Para peneliti mencatat bahwa upaya sebagian besar harus difokuskan pada mempertahankan orang agar tetap patuh dalam perawatan. Juga diperlukan lebih banyak penelitian tentang intervensi perilaku yang akan membantu mendukung mereka untuk tetap dalam perawatan dan mematuhi PrEP.
Sayangnya, meskipun PrEP diterapkan secara luas di Thailand dengan sejumlah proyek percontohan, PrEP tidak diintegrasikan ke dalam skema perawatan kesehatan nasional Thailand. Pengakuan PrEP sebagai strategi pencegahan utama dalam layanan kesehatan nasional berarti sumber daya dapat dihabiskan untuk penelitian untuk lebih memahami bagaimana memberikan intervensi secara efektif kepada populasi yang paling rentan.
Misalnya, LSL dan waria, kedua kelompok ini adalah pengguna internet dan teknologi yang produktif. Data menunjukkan bahwa populasi ini sangat menyukai model perawatan kesehatan online ke offline. Dengan mengadaptasi dukungan layanan kesehatan offline yang sudah ada dan efektif untuk platform online, ini merupakan langkah awal menuju potensi peningkatan retensi dan kepatuhan dalam program PrEP. Strategi ini telah terbukti layak dan efektif dalam mengurangi hambatan terhadap kepatuhan pengobatan HIV pada remaja yang hidup dengan HIV, dan hubungan pengobatan pada LSL.
Sumber: Thailand: Retaining people in care key to PrEP adherence