Photo by tayhifi5 from Freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Di dunia ini ada sekitar 60 persen orang yang hidup dengan HIV yang tidak mengetahui status mereka. Itulah mengapa sejumlah negara mulai merekomendasikan skrining HIV mandiri untuk mereka yang berusia 13 hingga 64 tahun atau yang telah aktif secara seksual.
Ada juga kekhawatiran bahwa skrining HIV mandiri bisa mengganggu kebiasaan melakukan perawatan dan konseling pasca tes HIV seperti yang selama ini dilakukan secara konvensional. Ada pula kekhawatiran soal potensi hasil tes negatif palsu dan positif palsu dalam menggunakan alat skrining HIV mandiri.
Baca Juga:
Mengapa banyak ODHIV yang tidak mengetahui status HIV mereka? Ini karena ada banyak hambatan untuk melakukan tes HIV, di antaranya kurangnya akses terhadap layanan kesehatan dan ketakutan akan stigma dan diskriminasi. Alhasil, persetujuan alat skrining HIV mandiri yang dijual bebas di apotek dalam beberapa tahun terakhir, telah dipuji sebagai langkah signifikan untuk mengatasi masalah ini.
Namun, meskipun penyedia layanan kesehatan tampaknya secara umum mendukung ketersediaan alat skrining HIV mandiri, ada juga berbagai kekhawatiran seperti masalah biaya. Oleh sebab itu pemerintah Indonesia berupaya agar alat ini bisa didapatkan secara gratis. Di Amerika Serikat misalnya, berdasarkan hasil survey ada sekitar 41% dari mereka yang berisiko tinggi tetapi tidak mampu membeli alat skrining HIV mandiri.
Ada juga kekhawatiran bahwa skrining HIV mandiri bisa mengganggu kebiasaan melakukan perawatan dan konseling pasca tes HIV seperti yang selama ini dilakukan secara konvensional. Ada pula kekhawatiran soal potensi hasil tes negatif palsu dan positif palsu dalam menggunakan alat skrining HIV mandiri.
Untuk membahas mengenai pro dan kontra seputar penggunaan alat skrining HIV mandiri, sejumlah praktisi HIV dan AIDS telah melakukan wawancara dengan Dokter Jeffrey D. Klausner dan Dokter Susan J. Little, dan memberikan pertanyaan sebagai berikut:
Apakah Anda mendukung atau menentang skrining HIV mandiri?
Dokter Klausner: “Skrining HIV mandiri adalah cara yang bagus untuk mereka yang tidak dapat mengakses layanan kesehatan atau yang khawatir dengan stigma saat melakukan tes HIV. Faktanya memang banyak orang dewasa muda, minoritas seksual, dan orang-orang dengan perilaku berisiko tertentu tidak dites. Namun karena HIV mudah diobati, sangat penting bagi orang-orang tersebut untuk mengetahui status mereka, dan apa pun yang dapat kita lakukan untuk mempermudah pengujian akan diterima.”
“Saat ini di Amerika Serikat, ada sebagian besar ODHIV yang tidak mengetahui status mereka. Mereka harus belajar tentang skrining HIV mandiri, terutama orang dewasa muda dan mereka yang belum mengunjungi dokter dalam satu tahun terakhir.”
Dokter Little: “Saya mendukung skrining HIV mandiri karena menawarkan pilihan tes untuk mereka yang mungkin tidak mau melakukan tes HIV. Ada orang yang mungkin ingin melakukan tes HIV, tetapi mungkin merasa tidak nyaman pergi ke komunitas atau klinik kesehatan yang tersedia untuk layanan ini. Selain itu, orang yang sudah melakukan pengujian mungkin bersedia melakukan pengujian lebih teratur jika pengujian atau skrining mandiri membuat prosesnya lebih mudah dan nyaman.”
Apa pengalaman Anda dengan pasien yang telah menggunakan skrining HIV mandiri?
Dokter Klausner: “Saya telah menyediakan alat skrining HIV mandiri untuk ratusan orang dan banyak orang yang telah menggunakan alat skrining HIV mandiri dan mereka menyukainya dan merasa mudah menggunakannya. Yang terpenting, semua yang dites positif menerima tes konfirmasi dan perawatan medis.”
Dokter Little: “Saya pribadi tidak mempunyai pasien yang saya tahu menggunakan skrining HIV mandiri.”
Apa implikasi yang paling relevan dengan penggunaan alat skrining HIV mandiri?
Dokter Klausner: “Jika skrining HIV mandiri diluncurkan di Amerika Serikat, kita mungkin melihat adanya peningkatan orang dengan infeksi HIV yang datang ke perawatan. Lebih jauh lagi, begitu mereka mengetahui bahwa mereka terinfeksi dan sedang menjalani pengobatan, kemungkinan mereka untuk menyebarkan infeksi jauh lebih kecil. Skrining HIV mandiri dapat meningkatkan jumlah orang yang dirawat dan mengurangi epidemi HIV dan AIDS saat ini secara siginifikan.”
Dokter Little: “Saya percaya bahwa tantangan terbesar dari penggunaan skrining HIV mandiri berpusat pada interpretasi hasil positif dan kesediaan seseorang yang baru saja mendapatkan hasil positif untuk membuat janji tindak lanjut untuk perawatan lebih lanjut. Hasil tes HIV positif setelah skrining HIV mandiri memerlukan tes konfirmasi lebih lanjut sebelum menetapkan diagnosis pasti HIV. Semua alat skrining HIV mandiri menyediakan sumber daya untuk memastikan bahwa konseling pasca tes dan tes konfirmasi tersedia jika tes kembali positif.”
“Namun, hambatan dan stigma yang sama yang membuat beberapa orang tidak nyaman melakukan tes HIV dan tidak nyaman menjadwalkan perawatan lanjutan untuk hasil tes HIV positif. Jika orang yang mengikuti tes memiliki penyedia tepercaya, mereka dapat menghubungi penyedia mereka untuk menerima tindak lanjut ini. Oleh karena itu, praktisi harus memberikan informasi tentang skrining HIV mandiri kepada pasien yang berminat dan harus menyediakan layanan tindak lanjut untuk klien dengan hasil tes positif.”
Apa saja bidang penelitian yang tersisa tentang topik ini yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut?
Dokter Klausner: “Salah satu hambatan utama adalah biaya. Harus ada lebih banyak penelitian kebijakan yang menunjukkan efektivitas biaya skrining HIV mandiri dan penelitian tentang bagaimana pembuat kebijakan seperti pemerintah dapat menawarkan skrining HIV mandiri secara gratis. Ada juga kebutuhan untuk tes yang lebih baik yang dapat mendeteksi mereka yang terinfeksi lebih awal. Tes saat ini mendeteksi infeksi setelah 3 bulan, yang cukup untuk sebagian besar orang. Namun skrining HIV mandiri yang terjangkau yang dapat mendeteksi infeksi dalam waktu seminggu, akan menjadi terobosan.
Dokter Little: “Saya percaya fokus penelitian skrining HIV mandiri harus mencakup 3 bidang berikut yaitu alat tes yang mendeteksi RNA HIV (mirip dengan tes viral load) daripada antibodi; alat uji yang murah, aman sekali pakai, dan tidak memerlukan penanganan khusus seperti pendinginan; dan alat uji dengan pelaporan elektronik otomatis dari hasil positif.”
“Alasan untuk berfokus pada alat tes yang mendeteksi RNA HIV adalah kemampuan untuk mendeteksi orang pada tahap paling awal dan paling menular dari infeksi HIV. Orang dengan infeksi HIV akut belum mengembangkan antibodi terhadap HIV dan dengan demikian mereka dites negatif pada tes antibodi cepat HIV, tetapi mereka akan dites positif dengan skrining yang mendeteksi RNA HIV. Kelemahan dari skrining HIV mandiri yang mendeteksi RNA HIV adalah bahwa tes semacam itu dapat “melewatkan” seseorang yang terinfeksi HIV tetapi yang sistem kekebalannya mengendalikan infeksi mereka sehingga viral load HIV mereka tidak terdeteksi.”
Skrining HIV mandiri yang ideal akan mendeteksi RNA HIV dan antibodi HIV. Meskipun demikian, saya percaya bahwa prioritas penelitian seharusnya adalah pengembangan alat skrining HIV mandiri yang mendeteksi RNA HIV untuk mengidentifikasi orang yang berisiko menularkan virus dan orang yang paling membutuhkan terapi antiretroviral. Prioritas kedua penelitian lebih lanjut adalah pengembangan alat tes yang dapat digunakan secara lebih global, termasuk di negara-negara miskin dan menengah. Akses ke alat skrining yang murah, aman sekali pakai, dan tidak memerlukan penanganan khusus seperti pendinginan akan sangat membantu dalam mencapai tujuan ini. Bidang penelitian ketiga melibatkan kapasitas untuk memantau hasil skrining dan mengirimkan hasilnya secara elektronik ke penyedia yang ditunjuk. Dengan cara ini, setiap hasil tes positif dipastikan akan ditindaklanjuti dengan perawatan tindak lanjut.”