Kita tahu, di seluruh dunia hidup sebagai transpuan tidaklah mudah karena mereka kerap mengalami stigma, diskriminasi, kekerasan bahkan dikucilkan. Hal ini membuat mereka kesulitan mengakses pendidikan, layanan kesehatan hingga akses layanan untuk kesejahteraan yang lebih baik.
Terinfeksi HIV, walau sudah memasuki fase stadium AIDS, bukanlah akhir segalanya. Mak Atim bahkan kini aktif di LSM pencegahan dan pendampingan bagi orang yang hidup dengan HIV (ODHIV).
Baca Juga:
Faktor-faktor tersebut membuat komunitas transpuan rentan terpapar HIV karena adanya ketidaktahuan terhadap bagaimana menjaga diri agar terhindar dari HIV. Seperti yang dialami Mak Atim, 60 tahun, transpuan yang baru mengetahui dirinya terinfeksi HIV di usia 45 tahun.
Terinfeksi HIV, walau sudah memasuki fase stadium AIDS, bukanlah akhir segalanya. Mak Atim bahkan kini aktif di LSM pencegahan dan pendampingan bagi orang yang hidup dengan HIV (ODHIV).
“Pada waktu saya diketahui terinfeksi HIV, saya sudah dalam kondisi sakit-sakitan, sangat kurus,” kenang Mak Atim , yang sempat sedih dan tidak menerima kenyataan kondisinya saat itu.
Dengan keadaan sakit Mak Atim memutuskan pulang ke keluarga, di mana pihak keluarganya merasa panik dan segera membawa Mak Atim ke rumah sakit untuk mendapatkan obat antiretroviral (ARV). Tak pelak, efek samping pun ia rasakan mulai dari rasa mual hingga sakit kepala.
“Tapi itu semua bisa saya toleransi, kok,” jelas Mak Atim yang untuk meredakan rasa mual dan pusing rajin minum ramuan jahe, makan hingga tidur.
Ya, tak dipungkiri keluarga dan komunitas adalah faktor yang membantu Mak Atim bangkit dari keterpurukan ketika didiagnosis AIDS – bahkan dibutuhkan waktu setahun sebelum Mak Atim bisa kembali beraktivitas seperti biasa. Padahal sebelumnya Mak Atim kerap menghindar dari keluarga karena stigma dan diskriminasi lantaran statusnya sebagai transpuan.
“Saya sudah mengalami perundungan dari kecil, dikatakan kemayu, ditiru gerak-geriknya,” tutur Mak Atim yang mengaku sudah lebih tegar di usianya yang tak muda lagi ini. “Iya saya sudah terbiasa, karena sudah sering mengalami.”
Selain faktor keluarga dan komunitas, Mak Atim menyatakan bahwa diri sendiri turut berperan dalam upayanya sebagai penyintas ODHIV. “Dari diri sendiri kita harus bangkit dan hidup sehat,” tegas Mak Atim yang kini sebagai ODHIV dan transpuan bisa hidup sehat, bekerja dan beraktivitas dan berinteraksi dengan masyarakat.
“Itu semua karena peranan ARV yang saya konsumsi dengan benar dan konsisten selama 15 tahun,” kata Mak Atim yang mengaku bahwa ia merasa tak ada bedanya dengan non-ODHIV karena ia tetap bisa hidup sehat dan berkarya, berdaya, ceria, bahkan optimis.
Sebagai penutup, Mak Atim mengingatkan jika kamu merasa melakukan perilaku berisiko seperti melakukan hubungan seks tanpa pengaman atau menggunakan narkoba suntik, maka segeralah melakukan tes HIV. Jika kamu tahu lebih awal terinfeksi HIV dan badanmu masih sehat, cara penanggulangannya masih mudah.
“Bagi yang sudah terlanjur terinfeksi HIV, segera lakukan terapi ARV dengan konsisten dan benar. Ini karena dengan ARV, viral load kita menjadi tidak terdeteksi dan kita bisa hidup sehat dan secara seksual tidak akan menularkan HIV ke pasangan,” tegasnya.
Jadi sudahkah kamu melakukan tes HIV? Bagi kamu yang hidup dengan HIV, sudahkah kamu mengonsumsi ARV dengan teratur?