Photo by Freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Selama 40 tahun sejak HIV dan AIDS ditemukan, para ilmuwan di seluruh dunia berjibaku untuk menemukan vaksin HIV. Universitas Oxford pada awal Juli 2021 memulai vaksinasi kandidat vaksin HIV baru sebagai bagian dari uji klinis tahap pertama di Inggris.
Vaksin HIV-1 ini, atau uji klinis yang dikenal sebagai HIV-CORE 0052, tetap menjadi solusi terbaik dan kemungkinan merupakan komponen kunci untuk strategi apa pun untuk mengakhiri epidemi AIDS.
Baca Juga:
Profesor Tomáš Hanke, Profesor Imunologi Vaksin di Institut Jenner, Universitas Oxford mengatakan bahwa uji coba ini adalah yang pertama dari serangkaian evaluasi strategi vaksin baru untuk pencegahan pada orang dengan status HIV-negatif sekaligus untuk penyembuhan pada orang yang hidup dengan HIV (ODHIV).
Proyek ini sendiri didanai oleh Horizon 2020, melalui European Aids Vaccine Initiative (EAVI2020). Dr Hans Kluge, Direktur Regional WHO untuk Eropa, mengatakan: “Saya ingat ketika diagnosis HIV tampak seperti hukuman mati. Sekarang, dengan pengobatan yang tepat, orang dengan HIV dapat hidup tanpa rasa takut akan AIDS.”
Profesor Tomáš Hanke lebih lanjut mengatakan, “Ada bukti kuat bahwa viral load HIV yang tidak terdeteksi mencegah penularan secara seksual. Namun demikian, laju penurunan infeksi HIV baru gagal mencapai target strategi Fast Track yang disepakati oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2016, yaitu kurang dari 500.000 infeksi baru per tahun pada tahun 2020.”
Itulah mengapa vaksin HIV-1 ini, atau uji klinis yang dikenal sebagai HIV-CORE 0052, tetap menjadi solusi terbaik dan kemungkinan merupakan komponen kunci untuk strategi apa pun untuk mengakhiri epidemi AIDS.
Adapun tujuan dari uji coba vaksin ini adalah adalah untuk mengevaluasi keamanan, tolerabilitas, dan imunogenisitas vaksin HIVconsvX – vaksin mosaik yang menargetkan berbagai varian HIV-1, sehingga berpotensi untuk jenis HIV di semua wilayah di dunia.
Tiga belas orang dewasa dengan status HIV-negatif yang sehat, berusia 18-65 dan yang dianggap tidak berisiko tinggi terinfeksi, terpilih menjadi responden. Pada awalnya mereka akan menerima satu dosis vaksin diikuti dengan dosis booster lebih lanjut pada empat minggu kemudian.
Sementara sebagian besar kandidat vaksin HIV bekerja dengan menginduksi antibodi yang dihasilkan oleh sel-B, HIVconsvX menginduksi sel T yang ampuh untuk melenyapkan patogen dari sistem kekebalan, menargetkan mereka ke daerah HIV yang sangat terkonservasi dan oleh karena itu rentan terhadap sebagian besar varian HIV.
Dr Paola Cicconi, Peneliti Klinis Senior di Institut Jenner, Universitas Oxford, dan Kepala Penyelidik percobaan, mengatakan bahwa mencapai perlindungan terhadap HIV sangat menantang dan penting bagi kita untuk memanfaatkan potensi perlindungan dari antibodi dan sel T. Sebab saat ini, pencegahan HIV sebagian besar berfokus pada intervensi perilaku dan biomedis seperti sunat pada laki-laki, penggunaan kondom, dan obat PrEP.
Para peneliti berharap dapat melaporkan hasil uji coba HIV-CORE 0052 pada April 2022 mendatang, di mana ada juga rencana untuk memulai uji coba serupa di Eropa, Afrika, dan AS.
Pada bulan Maret 2021, pasien ‘London’– orang kedua di dunia, diketahui sembuh dari HIV secara permanen. Pada saat itu, Profesor Ravindra Kumar Gupta, pemimpin tim peneliti, mengatakan, “Pasien London telah berada dalam remisi HIV-1 selama 30 bulan tanpa terdeteksi virus kompeten replikasi dalam darah, CSF, jaringan usus, atau jaringan limfoid,” paparnya.
Pasien London tersebut menggunakan teknik transplantasi berbasis sel punca, yang meskipun luar biasa, tidak dapat direplikasi secara massal tanpa tingkat pendanaan dan infrastruktur yang rumit. Namun, uji coba baru ini merintis potensi vaksin HIV yang dapat bekerja mirip dengan bagaimana vaksin COVID didistribusikan.