Photo by tirachardz from Freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Berbicara tentang tingkat epidemi HIV di Asia di antara lelaki yang berhubungan seks dengan lelaki (LSL), angka yang ditunjukkan cukup mencengangkan. Betapa tidak, di Myanmar, Vietnam, China, Indonesia dan Malaysia, tingkat infeksi HIV LSL rata-rata di atas 6%, sementara di Mongolia mencapai hampir 14%. Beberapa kota di kawasan itu, antara lain Ho Chi Minh, Jakarta, dan Kuala Lumpur bahkan sudah mencapai 15%. Di Bangkok, hampir satu dari tiga LSL adalah HIV-positif.
Uji coba lokal dan program percontohan juga diadakan, di mana PrEP dipasok untuk jangka waktu tertentu kepada sekelompok peserta yang dipantau dengan risiko tinggi penularan HIV.
Baca Juga:
Sayangnya, tingkat penggunaan kondom yang konsisten tetap rendah; dengan kata lain kurang dari setengah LSL di sebagian besar kota besar Asia yang menggunakan kondom secara konsisten, di mana tingkat yang terlalu rendah tentu berdampak pada upaya pengurangan penularan HIV di antara LSL.
Itulah mengapa PrEP menawarkan solusi untuk menanggulangi epidemi HIV di Asia, dan upaya untuk meningkatkan penggunaan PrEP di Asia terus meningkat, dengan beberapa negara bergerak lebih cepat daripada yang lain. Beberapa negara, misalnya, telah memprakarsai upaya pendidikan di kalangan masyarakat bawah melalui iklan, media sosial, dan acara-acara yang melibatkan masyarakat.
Dalam acara-acara tersebut, diberikan informasi tentang ketersediaan PrEP, dan dalam beberapa kasus ditawarkan dukungan dan bantuan sebaya kepada anggota masyarakat untuk membantu mereka mengatasi hambatan akses dan menemukan cara untuk mendapatkan PrEP jika tidak tersedia atau terjangkau secara lokal.
Uji coba lokal dan program percontohan juga diadakan, di mana PrEP dipasok untuk jangka waktu tertentu kepada sekelompok peserta yang dipantau dengan risiko tinggi penularan HIV. “Hasil dari uji coba ini akan sangat penting dalam membentuk basis bukti yang diperlukan untuk meningkatkan penyediaan PrEP ke tingkat nasional di negara-negara dimana proyek percontohan telah berhasil dilaksanakan,” jelas Midnight Poonkasetwattana, direktur eksekutif APCOM, sebuah komunitas berbasis organisasi yang bekerja pada pencegahan HIV di antara LSL di kawasan Asia-Pasifik. “Selain itu, pengetahuan ini akan tersedia di seluruh kawasan untuk membantu negara-negara lain bergerak maju dengan implementasi percontohan dan peningkatan mereka sendiri.”
Memasukkan PrEP sebagai alat pencegahan HIV dalam Strategi HIV Nasional, masing-masing negara perlu menjadi bagian penting dari persiapan Asia untuk PrEP. Sebab, menurut Midnight, tanpa kerangka kebijakan yang relevan, lembaga asuransi nasional dan badan pengawas farmasi tidak akan menyetujui PrEP sebagai pencegahan, ini tentu sangat membatasi ketersediaan dan potensi dampaknya
Tindakan untuk mengatasi masalah kebijakan dan peraturan semacam ini telah dimulai di beberapa negara, meskipun sebagian besar menyebutkan hasil proyek percontohan lokal sebagai pendahulu kemajuan signifikan di bidang ini. “Para advokat dari seluruh Asia telah menyoroti pentingnya terus memberikan informasi terkini tentang kemanjuran, keamanan, dan efektivitas biaya PrEP untuk mengedukasi mereka yang membuat kebijakan dan keputusan tentang anggaran kesehatan,” kata Midnight. Yang terakhir ini sangat penting karena anggaran untuk meningkatkan akses ke PrEP adalah salah satu hambatan terbesar bagi semua negara di kawasan ini.
“Mengingat tekanan pada anggaran kesehatan nasional di seluruh Asia, model pendanaan yang inovatif dan beragam perlu dikembangkan bersama masyarakat sebagai bagian dari sistem kesehatan. Namun, ada beberapa negara dengan pendanaan Global Fund, USAID, dan/atau PEPFAR di mana penyertaan PrEP sudah dapat dilakukan. Ini akan memberikan data yang diperlukan untuk efektivitas PrEP dalam konteks lokal lainnya, dan mudah-mudahan setelah manfaat biaya jangka panjang menjadi nyata, investasi dalam PrEP akan mengalir ke seluruh wilayah,” papar Midnight.
Sementara itu, PrEP semakin mudah didapatkan oleh masyarakat umum, di mana beberapa apotek juga mulai mengirimkan PrEP ke konsumen di negara-negara yang belum menyediakannya. Ini menunjukkan bahwa informasi dan kesadaran tentang PrEP tidak berbanding lurus dengan akses untuk mendapatkan. Biaya dan kemampuan untuk bepergian demi mendapatkan PrEP, bagaimanapun, masih menciptakan geografi akses yang tidak setara. Masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan agar PrEP tersedia di mana-mana sebagai bagian dari perangkat pencegahan yang komprehensif.
Sumber: PrEP In Asia: The Landscape