Photo by Freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Untuk tema Hari AIDS Sedunia 2021, UNAIDS sebagai badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk aksi global terhadap HIV/AIDS, mengusung tema “End inequalities, End AIDS, End pandemics”. Jika diejawantahkan ini berarti memaksimalkan akses terhadap layanan yang adil dan merata, mulai dari pencegahan, tes, pengobatan, dan perawatan, supresi viral dan integrasi, transmisi HIV vertikal, serta AIDS pediatri.
Kedua, menghapus hambatan untuk mencapai dampak program HIV. Ketiga, mendanai sepenuhnya dan mempertahankan respon HIV yang efisien serta mengintegrasikan ke dalam sistem kesehatan, jaminan sosial, bantuan kemanusiaan, dan respon terhadap pandemi COVID-19.
Secara nasional, infeksi baru HIV pada 2020 menurun 47 persen dibanding 2010. Dari 543.100 orang hidup dengan HIV, termasuk penambahan 27.580 orang terinfeksi HIV. Tercatat sebanyak 30.100 ODHIV meninggal pada 2020, yang mana 10.103 kasus kematiannya dilaporkan.
Baca Juga:
“Dukungan UNAIDS ini bertujuan untuk mengurangi kerentanan seseorang dan komunitas terhadap HIV dan mengurangi dampak pandemi,” demikian Country Director UNAIDS untuk Indonesia, Krittayawan Boonto. Menurut Tina, sapaan karibnya, secara global terdapat 37,7 juta orang dengan HIV (ODHIV) di 2021, dimana 5,8 juta orang berada di kawasan Asia Pasifik dan pada tahun yang sama, terdapat 1,5 juta infeksi baru secara global dan 240 ribu infeksi baru di Asia Pasifik.
“Kematian akibat AIDS, secara global mencapai 680 ribu, 130 ribu diantaranya di Asia Pasifik. Sementara itu orang dengan HIV (ODHIV) yang menerima Antiretroviral (ARV) baru sebanyak 28,2 juta atau sekitar 74 persen dari total ODHIV, dan di Asia Pasifik baru sekitar 3,7 juta. Setiap hari ada 4.000 orang terinfeksi HIV, yang terjadi 60 persennya di Sub Sahara Afrika,” papar Tina.
Lebih lanjut, Tina menambahkan bahwa ODHIV memiliki risiko morbiditas dan mortalitas lebih tinggi terhadap COVID-19. Pada enam bulan awal pandemi COVID-19 diketahui bahwa jumlah tes dan pengobatan HIV terganggu, namun saat ini berangsur membaik. Untuk itu, UNAIDS menginisiasi lima aksi untuk mengakhiri AIDS, yaitu respon yang dipimpin komunitas, akses setara terhadap obat dan teknologi kesehatan, dukungan terhadap petugas kesehatan di garda depan, respon berbasis hak asasi manusia dan transformatif terhadap gender, dan sistem data yang dapat mendeteksi ketidaksetaraan.
Sementara itu Direktur Pencegahan Penyakit Menular Langsung Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, memaparkan terjadi tren penurunan infeksi baru HIV. “Secara nasional, infeksi baru HIV pada 2020 menurun 47 persen dibanding 2010. Dari 543.100 orang hidup dengan HIV, termasuk penambahan 27.580 orang terinfeksi HIV. Tercatat sebanyak 30.100 ODHIV meninggal pada 2020, yang mana 10.103 kasus kematiannya dilaporkan,” ungkapnya.
Sejalan dengan langkah strategis UNAIDS untuk mengakhiri AIDS hingga 2030, Kemenkes telah menyiapkan program “STOP HIV”. S “Suluh”, dimana masyarakat mendapatkan informasi valid tentang HIV/AIDS. T “Temukan”, artinya 95 persen ODHIV mengetahui status aktifnya Adapun O “Obati”, mengajak 95 persen ODHIV yang tahu statusnya mendapatkan terapi ARV. Terakhir, P “Pertahankan” mengartikan 95 persen ODHIV dalam terapi ARV mengalami penekanan jumlah virus HIV.
Program “STOP HIV” didukung oleh 6 strategi penguatan komitmen, perluasan akses layanan, program berbasis data, penguatan kemitraan, inovasi program, dan penguatan manajemen. “Pelayanan kesehatan untuk ODHIV sudah sudah masuk pada standar pelayanan minimal kesehatan pada Kabupaten/Kota sesuai Permenkes nomor 4 tahun 2019,” jelas Nadia yang juga menjabat juru bicara vaksinasi COVID-19.
Sedangkan Ketua Sekretariat Nasional Jaringan Indonesia Positif (JIP), Meirinda Sebayang, menjelaskan kondisi bahwa akses terhadap pengobatan ARV adalah kebutuhan mendesak bagi kelompok ODHIV. Di mana tujuannya adalah meningkatkan kualitas hidup, memperpanjang harapan hidup, dan meningkatkan kekebalan tubuh.
“Dari hasil rapid assessment Agustus 2021 pada 1.137 responden, JIP menemukan sebanyak 5 persen responden mengalami penolakan perawatan COVID-19 dengan alasan harus menyertakan surat rujukan dari dokter yang merawat HIV. Alasan lainnya tidak ada kamar tersedia atau tidak tersedia perawatan pasien COVID-19 dan HIV. Selain itu, sebanyak 44,9 persen responden belum dan tidak memiliki jadwal vaksin COVID-19.” jelasnya
Permasalahan yang dihadapi kelompok ODHIV adalah belum tersedianya jaminan dan bantuan sosial karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). Setidaknya, ODHIV kehilangan 44 persen pendapatan selama pandemi COVID-19. Belum lagi, bayangan stigma negatif dan diskriminasi membatasi mobilitas ODHIV dalam beraktivitas yang membuat ketidaksetaraan cukup kental.
Menanggapi permasalahan yang dihadapi ODHIV, Nadia menegaskan pemerintah berkomitmen memberikan akses dan pelayanan kesehatan bagi siapapun, termasuk kelompok ODHIV dalam hadapi pandemi. “Pemberian vaksin bagi ODHIV sangat aman. Pada fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan tidak melihat status seseorang tersebut HIV atau tidak.” jelasnya
Kendala belum memiliki KTP sehingga sukar memperoleh vaksinasi, Kemenkes telah berkoordinasi dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di daerah untuk memberikan identitas kependudukan. “Jadi, jangan ragu-ragu kontak fasilitas kesehatan atau dokter untuk segera divaksin,” ujar Nadia. Pertengahan 2021 ini, Kemenkes juga telah menambah pemberian jumlah obat bagi ODHIV untuk konsumsi selama tiga bulan di masa pandemi COVID-19. Program lainnya adalah pendampingan virtual oleh komunitas kesehatan dan layanan telemedisin.
Sumber: World AIDS Day 2021: Perlu Kemitraan Hadapi Ketidaksetaraan di Masa Pandemi