Photo by bunditinay from Freepik
Penulis: Andriano Bobby
Editor: Andriano Bobby
Gangguan bipolar menyebabkan seseorang mengalami perubahan suasana hati yang intens, yaitu keadaan manik menjadi depresi, atau sebaliknya. Pergeseran ini dapat terjadi dengan perubahan hasrat seksual, kepercayaan diri, dan fungsi seksual. Meskipun gejalanya bervariasi dari orang ke orang, gangguan bipolar dapat mengganggu beberapa aspek kehidupan seseorang, termasuk seksualitas mereka.
Dua suasana hati yang berbeda dapat menjadi ciri gangguan bipolar: mania dan depresi.
Baca Juga:
Hubungan Antara Bipolar Dengan HIV
Dua suasana hati yang berbeda dapat menjadi ciri gangguan bipolar: mania dan depresi. Episode masing-masing dapat menyebabkan perubahan signifikan dalam kepribadian seseorang dan juga dapat memengaruhi seksualitas mereka.
Belum ada banyak penelitian tentang hubungan antara gangguan bipolar dan seks.
Hasil studi tahun 2018 dalam The Journal of Sexual Medicine menunjukkan bahwa pria dengan gangguan bipolar lebih mungkin mengalami gejala disfungsi ereksi daripada mereka yang tidak memiliki gangguan. Ini tidak berarti bahwa setiap orang dengan gangguan bipolar mengalami gejala seksual, hanya saja ada prevalensi yang lebih tinggi di antara kelompok ini.
Gejala seksual biasanya berubah, tergantung pada gejala gangguan lainnya.
Selama Episode Depresi
Episode-episode ini umumnya menyebabkan seseorang merasa sedih, cemas, atau putus asa. Pada orang dengan gangguan bipolar, mereka juga dapat menyebabkan hiposeksualitas, yang merupakan dorongan seks yang rendah atau hampir tidak ada.
Seseorang dengan hiposeksualitas mungkin mengalami gejala-gejala seperti:
- Sama sekali tidak tertarik pada seks
- Merasa secara fisik tidak menarik atau tidak diinginkan
- Tidak tertarik pada kebersihan pribadi atau perawatan
- Merasa rentan atau tidak berharga secara seksual, yang membuat seks menjadi sulit.
Beberapa efek samping obat dapat berkontribusi pada masalah ini. Obat golongan (SSRI) Selective SerotoninRe-uptake Inhibitor, misalnya, dapat menyebabkan penurunan hasrat seksual. Efek samping ini juga dapat menyebabkan perubahan fisik, seperti kesulitan terangsang.
Ketika Episode Maniak
Episode manik dapat menyebabkan seseorang dengan gangguan bipolar mengalami hiperseksualitas. Mereka mungkin merasa seolah-olah dorongan seksual mereka selalu sangat tinggi, yang dapat membuat kesulitan.
Orang yang mengalami hiperseksualitas mungkin tidak pernah merasa puas dengan seks. Mereka mungkin ingin terus berhubungan seks atau masturbasi selama berjam-jam tanpa benar-benar merasa bahwa mereka telah menyelesaikan aksinya. Ini bisa membuat stres bagi pasangan seksualnya.
Selama episode manik, beberapa orang terlibat dalam praktik seksual berisiko atau mengalami kesulitan mengendalikan dorongan seksual. Mereka bisa saja melakukan kegiatan seksual dengan banyak pasangan seksual dan tidak terpikirkan untuk menggunakan pengaman saat melakukan aktivitas seksual. Hal ini jelas merupakan kondisi dengan risiko tinggi.
Sebagai bukti, penulis sebuah studi dalam Psychiatry Journal melaporkan bahwa partisipan pria dengan gangguan bipolar cenderung memiliki lebih banyak pasangan dan lebih mungkin untuk melakukan hubungan seks tanpa perlindungan dibandingkan mereka yang tidak memiliki gangguan tersebut.
Contoh perilaku hiperseksual meliputi:
- Kepercayaan seksual meningkat
- Lebih banyak kemauan untuk bereksperimen secara seksual
- Seks dengan banyak pasangan
- Seks sporadis dengan orang asing
- Terus-menerus memikirkan seks
- Masturbasi sangat sering, sampai-sampai dapat mengganggu aktivitas sehari-hari
- Seks kompulsif dengan pekerja seks
- praktik seksual berisiko, seperti hubungan seks tanpa kondom dengan banyak pasangan.
Seks tanpa pengaman dapat menempatkan seseorang dan pasangannya dalam risiko infeksi HIV atau penyakit menular seksual lainnya. Itulah kenapa orang dengan gangguan bipolar harus mampu memahami kondisi dirinya sendiri terutama selama fase manik, karena pada fase ini kemungkinan untuk melakukan kegiatan seksual berisiko lebih tinggi. Pada kondisi ini, komunikasikan dengan dokter spesialis kesehatan mental dapat membantu mengembangkan kombinasi pengobatan dan terapi yang mengelola gejala. Kelompok pendukung juga dapat membantu.