Photo by user14636459 from freepik
Penulis: Sinta Tiara Rini
Editor: Andriano Bobby
Kepatuhan PrEP yang lebih baik ternyata berkaitan dengan lebih banyak pengeroposan tulang. Orang yang mengonsumsi PrEP setiap hari 90% hingga100%, lebih mungkin mengembangkan osteopenia atau osteoporosis.
Usia yang lebih muda dikaitkan dengan risiko osteopenia atau osteoporosis yang lebih rendah.
Baca Juga:
Sebagian kecil orang mengalami pengeroposan tulang setelah mereka mulai menggunakan tenofovir disoproxil fumarate + emtricitabine setiap hari untuk profilaksis pra pajanan (PrEP), dan semakin banyak mereka meminumnya, semakin besar efeknya, menurut sebuah penelitian yang dipresentasikan pada Konferensi Retrovirus dan Infeksi Oportunistik (CROI 2022).
Diketahui bahwa tenofovir disoproxil fumarate dikaitkan dengan pengeroposan tulang pada orang HIV-positif yang menggunakannya untuk pengobatan, tetapi hanya ada sedikit bukti tentang dampaknya pada orang HIV-negatif yang memakainya untuk pencegahan atau PrEP. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan orang yang menggunakan PrEP mengalami pengeroposan tulang ringan, yang biasanya sembuh setelah menghentikan Truvada. Tenofovir alafenamide/emtricitabine (Descovy) dianggap lebih “ramah” pada tulang dan ginjal, tetapi lebih terkait dengan penambahan berat badan dan peningkatan lipid.
Joseph Chang, MD, dari Kaiser Permanente Medical Center di Los Angeles, Amerika Serikat (AS), dan rekan melakukan analisis retrospektif untuk melihat hubungan antara PrEP dan pengeroposan tulang.
Studi tersebut melibatkan 7.698 orang dewasa di California Selatan, AS, yang menggunakan TDF untuk PrEP antara tahun 2012 dan 2020. Data diambil dari Kaiser Permanente HealthConnect System. Hampir semuanya adalah laki-laki, dan sekitar sepertiga masing-masing berada dalam kelompok usia 18 hingga 29 dan 30 hingga 39 tahun. Sekitar 40% memiliki kepatuhan yang baik terhadap penggunaan PrEP, dalam kisaran 90% hingga 100%, sementara sekitar 60% memiliki kepatuhan yang kurang optimal di bawah 90%.
Para peserta tidak memiliki riwayat osteoporosis (keropos tulang substansial) atau osteopenia (keropos tulang ringan) sebelumnya, namun, mereka semua menjalani pemindaian tulang DEXA di beberapa titik selama penelitian. Chang mengatakan selama ini pemindaian DEXA bukan bagian dari pemantauan PrEP rutin dan para peneliti tidak melihat alasan mengapa orang melakukan pemindaian, ini membuka kemungkinan bahwa kelompok ini mungkin berisiko lebih tinggi untuk masalah tulang daripada keseluruhan populasi yang menggunakan PrEP.
Selama masa tindak lanjut rata-rata 502 hari, 217 peserta (3%) mengembangkan osteopenia atau osteoporosis. Para peneliti mencatat bahwa ini mirip dengan tingkat di antara orang HIV-positif yang menggunakan rejimen pengobatan yang mengandung tenofovir disoproxil fumarate.
Analisis awal menemukan bahwa orang dengan hepatitis B, penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal kronis, gangguan fungsi ginjal atau hipertensi lebih mungkin mengalami pengeroposan tulang.
Orang dengan kepatuhan yang lebih baik terhadap PrEP tetap berisiko lebih besar mengalami keropos tulang, dibandingkan dengan mereka yang memiliki tingkat kepatuhan penggunaan obat yang lebih rendah. Usia yang lebih muda dikaitkan dengan risiko osteopenia atau osteoporosis yang lebih rendah.
Juga, tidak ada kasus HIV baru yang terdeteksi selama masa penelitian, bahkan di antara peserta dengan kepatuhan kurang dari 90%. Berdasarkan temuan ini, para peneliti menyarankan agar konseling tentang kejadian osteoporosis dan osteopenia serta skrining rutin harus dipertimbangkan bagi orang yang menggunakan TDF setiap hari untuk PrEP. “Pemindaian DEXA tahunan hingga dua tahun sekali mungkin disarankan,” kata Chang.
Karena jumlah waktu yang dihabiskan untuk TDF adalah faktor risiko terkuat untuk kondisi keropos tulang, mereka juga menyarankan agar penelitian di masa depan harus mengeksplorasi apakah menggunakan PrEP sesuai permintaan harian, atau metode PrEP 2-1-1, yaitu pil diminum sebelum dan sesudah seks daripada setiap hari, dapat mengurangi risiko efek samping yang serius.