Menghadapi Stigma dan Diskriminasi Karena Hidup Sebagai ODHIV
Berawal pada tanggal 25 september 2020, aku didiagnosis terinfeksi HIV di RSUD Palagimata Kota Baubau Sulawesi Tenggara.
HOTLINE WHATSAPP:0878 0807 8070
Berawal pada tanggal 25 september 2020, aku didiagnosis terinfeksi HIV di RSUD Palagimata Kota Baubau Sulawesi Tenggara.
Tidak mudah untuk memberi tahu kepada pimpinan mengenai status HIV karena ada kemungkinan kamu masih menghadapi stigma dan diskriminasi di tempat kerja.
Banyak sekali tindakan-tindakan yang mengarah kepada kebencian yang terjadi di sekitar kita yang sulit dihindari. Bahkan tidak jarang kita menemukan stigma dan diskriminasi yang diperlihatkan di televisi dan berbagai platform media sosial.
Bukan rahasia lagi bahwa sebagian orang menganggap Infeksi Menular Seksual (IMS) sebagai hal yang kotor, menjijikkan dan memalukan. Beberapa orang menyebut mereka yang memiliki IMS sebagai pelaku seks bebas yang tidak bertanggung jawab.
Aku dibesarkan di negara di mana jika kamu hidup dengan HIV, kamu akan dianggap sekarat, seakan-akan ajal akan segera menjemputmu.
Alasan mengapa HIV terus menyebar dan AIDS masih menelan korban jiwa di berbagai belahan dunia — termasuk di negara maju seperti AS — tak lain dan tak bukan karena stigma.
Menghapus diskriminasi terhadap pekerja seks dan melindungi hak asasi mereka, dapat membantu meningkatkan akses mereka terhadap layanan pencegahan dan pengobatan HIV.
Anak-anak yang menjadi yatim piatu lantaran ditinggalkan orangtua yang mengidap AIDS, berisiko mengalami pelecehan, eksploitasi, diskriminasi, masalah pertumbuhan dan penyakit lainnya.
Kekerasan berbasis gender, manifestasi fisik dari ketidaksetaraan gender, telah terbukti berperan sebagai penghalang penting tatkala para perempuan ingin melakukan tes dan konseling HIV.
Di dunia ini lebih dari separuh pengidap HIV/AIDS adalah perempuan lantaran berbagai faktor seperti status sosial, ekonomi dan budaya yang tidak setara.