5 Jenis IMS yang Seringkali Diidap Tanpa Gejala
Tahukah kamu bahwa sangat mungkin untuk memiliki IMS tanpa gejala. Apalagi jika kamu aktif secara seksual, maka besar kemungkinan kamu bisa terkena IMS.
HOTLINE WHATSAPP:0878 0807 8070
Tahukah kamu bahwa sangat mungkin untuk memiliki IMS tanpa gejala. Apalagi jika kamu aktif secara seksual, maka besar kemungkinan kamu bisa terkena IMS.
Ketika didiagnosis dengan HIV, Aaron Carter asal Amerika Serikat (AS) tahu bahwa akan ada tantangan tersendiri ketika mencari pasangan, yang disebabkan oleh stigma. Apalagi bagi Aaron, berkencan atau berpasangan adalah segalanya.
Profilaksis pra-pajanan HIV (PrEP) berbasis tenofovir dan emtricitabine tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi virus corona SARS-CoV-2, juga tidak mengurangi tingkat keparahan penyakit COVID-19.
Orang dengan HIV dengan jumlah CD4 di bawah 350 hampir tiga kali lebih mungkin untuk mengalami gejala COVID-19 yang parah daripada orang dengan jumlah CD4 yang lebih tinggi. Hal itu disampaikan oleh British HIV Association dan European AIDS Clinical Society bahwa orang dengan HIV yang memiliki imun tubuh lebih rendah kemungkinan besar akan mengalami risiko lebih tinggi terkena penyakit serius.
Banyak sekali tindakan-tindakan yang mengarah kepada kebencian yang terjadi di sekitar kita yang sulit dihindari. Bahkan tidak jarang kita menemukan stigma dan diskriminasi yang diperlihatkan di televisi dan berbagai platform media sosial.
Bukan rahasia lagi bahwa sebagian orang menganggap Infeksi Menular Seksual (IMS) sebagai hal yang kotor, menjijikkan dan memalukan. Beberapa orang menyebut mereka yang memiliki IMS sebagai pelaku seks bebas yang tidak bertanggung jawab.
Saya telah divaksinasi penuh untuk melawan COVID-19. Bukankah itu pernyataan yang luar biasa? Dua belas bulan yang lalu tidak ada yang pernah mendengar tentang COVID-19.
Orang dengan jumlah CD4 di bawah 50 atau penyakit oportunistik dalam enam bulan terakhir sebaiknya perlu untuk mengambil tindakan pencegahan ekstra untuk melindungi diri dari infeksi COVID-19.
Banyak studi tentang vaksin COVID-19 yang pada awalnya membatasi perekrutan pada peserta yang tidak memiliki kondisi medis lain. Setelah penelitian awal menunjukkan bahwa vaksin itu aman untuk populasi yang lebih luas, orang dengan HIV mulai mengambil bagian dalam penelitian.
Selama ini para peneliti telah mengetahui bahwa orang yang hidup dengan HIV memiliki usia yang berbeda dari orang yang tidak memiliki HIV.